Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kimia Farma Tbk (KAEF) terus putar otak guna membalikkan kerugian yang dialami beberapa waktu terakhir. Seiring upaya tersebut, hilal pemulihan emiten farmasi ini mulai tampak dan ditaksir akan berbuah untung pada tahun 2026.
Menilik kondisi keuangan KAEF sejak tahun 2024 hingga semester I tahun 2025, kerugian perusahaan pelat merah ini tampak berangsur terkikis.
KAEF sempat menekan kerugian dari sebesar Rp 2,26 triliun pada tahun 2023, menjadi rugi Rp 1,20 triliun per akhir tahun 2024. Di sepanjang kuartal I 2025 pun, rugi tersebut kembali mengempis dari Rp 141,84 miliar di kuartal I 2024 menjadi rugi Rp 126,43 miliar di kuartal sama 2025.
Di waktu yang sama, beban pokok penjualannya (COGS) tampak masih meningkat dari Rp 9,86 triliun ke Rp 10,05 triliun.
Namun, laba kotor KAEF naik dari Rp 6,46 triliun menjadi Rp 7,02 triliun pada semester I 2025.
Baca Juga: Agung Podomoro Land (APLN) Catat Marketing Sales Rp 881 Miliar pada Semester I-2025
Direktur Utama KAEF, Djagad Prakasa Dwialam menjelaskan, pencapaian yang diperoleh KAEF saat ini berkat sejumlah upaya efisiensi dan inovasi yang dilakukan.
Misalnya pada tahun 2024, KAEF melakukan pemangkasan terhadap 136 produk. Dengan demikian, produk KAEF saat ini ada sebanyak 578 produk. Angka ini turun signifikan dari posisi sebanyak 1.008 produk di tahun 2022.
“Kami melihat produk kami kebanyakan. Ternyata itu sangat tidak efisien sehingga COGS mahal,” jelas Djagad dalam paparan publik di Jakarta, Rabu (30/7).
Ke depan, Djagad bilang KAEF akan fokus pada pengembangan dan penjualan produk dengan tingkat penjualan dan margin tinggi.
Selain melakukan efisiensi, KAEF juga telah berkolaborasi dengan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk mengembangkan sel punca (stem cell) untuk pengobatan masa depan. Stem cell ini digunakan dalam berbagai pengobatan seperti ortopedi, saraf kejepit, dan urologi.
Sejak tahun 2024 ini, jelas Djagad, fasilitas produksi stem cell telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Selain inovasi itu, KAEF juga melakukan inovasi obat pereda nyeri berupa injeksi Fentakaf. Injeksi ini menurut Djagad dapat mengurangi ketergantungan terhadap obat anestesi impor.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAEF, Lina Sari mengatakan, tahun ini KAEF menganggarkan belanja modal atau capital expenditure sebesar Rp 210 miliar. Kendati begitu, dia menekankan dana tersebut hanya akan direalisasikan pada hal-hal yang memang wajib dilakukan.
“Jadi sebagaimana dengan kondisi kami yang masih mengalami kerugian, kami memang hanya memfokuskan capex itu digunakan pada hal-hal yang harus kami laksanakan, misalnya terkait dengan pemeliharaan, perpanjangan sertifikat, atau ketentuan yang terkait dengan yang dibutuhkan oleh regulator,” jelas Lina di kesempatan yang sama.
Hal ini dilakukan dalam rangka kehati-hatian KAEF mengingat kinerjanya belum sepenuhnya pulih.
Ke depan, Djagad mengatakan akan berfokus pada strategi penguatan fundamental bisnis dengan memperkuat segmen manufaktur, segmen distribusi, segmen ritel farmasi serta layanan kesehatan.
“Misalnya untuk distribusi, bagaimana produk-produk kami bisa didistribusikan lebih jauh, atau bagaimana apotek itu walaupun menjual produk-produk lain tapi mendorong produk kami sendiri,” jelasnya
KAEF optimistis, bisnisnya bisa tumbuh low double digit di rentang 10-13% hingga akhir tahun 2025.
Analis Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menilai, kinerja KAEF akan berangsur membaik seiring tren kerugian yang menurun. Kemungkinannya menurut Ekky, KAEF baru akan kembali mencetak laba pada tahun 2026. “Seiring dengan implementasi langkah efisiensi, transformasi portofolio produk, dan fokus pada segmen dengan margin tinggi,” terang Ekky.
Sentimen positif yang dapat menggenjot kinerja KAEF ke depan menurut Ekky ialah transformasi portofolio produk dan efisiensi biaya operasional yang tengah dijalankan, termasuk penurunan COGS dan beban usaha.
Selain itu, restrukturisasi utang KAEF juga kata Ekky mulai menunjukkan hasil dengan berkurangnya beban bunga.
Momentum pertumbuhan ini Ekky lihat mulai tampak setelah manajemen mulai fokus pada produk margin tinggi dan digitalisasi kanal penjualan tersebut.
Sedangkan sentimen negatifnya menurut Ekky yakni posisi utang dan beban keuangan yang masih sangat tinggi. Apalagi, volatilitas nilai tukar juga masih jadi ancaman yang dapat memengaruhi bahan baku impor yang digunakan KAEF.
“KAEF juga masih membutuhkan tambahan dana atau dukungan kebijakan dari pemerintah untuk mendorong pemulihan sektor ini,” ujar Ekky.
Hingga akhir tahun ini, Ekky melihat KAEF masih berada dalam jalur pemulihan sebab efek dari strategi efisiensi mulai terasa. Permintaan obat generik dan pertumbuhan layanan ritel melalui apotek digital kata dia diharap mampu mendorong pendapatan KAEF tahun ini.
Namun dari sisi teknikal, saham KAEF dinilai Ekky saat ini bergerak sideways cenderung bearish, terutama jika harga turun di bawah Rp 500. Padahal sebelumnya, lanjut Ekky, saham KAEF sempat menguat ke kisaran Rp 700, namun gagal mempertahankan momentum tersebut.
“Oleh karena itu, rekomendasi saat ini masih wait and see, sambil menunggu sinyal teknikal yang lebih jelas dan konfirmasi lanjutan dari sisi kinerja fundamental,” tutup Ekky.
Baca Juga: Pendapatan VKTR Naik Tipis 1,2% Jadi Rp 414 Miliar pada Semester I-2025
Selanjutnya: Pengangguran Jerman Bertambah 2.000 Orang pada Juli, di Bawah Perkiraan Analis
Menarik Dibaca: Master Bagasi Permudah Pembayaran Global Lewat Fitur Pilihan 23 Mata Uang Asing
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News