Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas bursa utama Asia ditutup di zona merah pada perdagangan Rabu (27/10). Indeks Nikkei 225 Tokyo melemah 0,03%, Indeks Hang Seng Hong Kong melemah 1,57%, dan Indeks Shanghai Composite melemah 0,98%.
Di dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,82% ke level 6.602,21. Sementara Indeks milik Singapura, yakni Strait Times ditutup menghijau 0,42%.
Tim Analis Phillip Sekuritas Indonesia menilai, indeks saham di Asia ditutup melemah karena investor mempertimbangkan tekanan harga (inflasi) global yang semakin intensif serta peningkatan ketegangan dalam hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Inflasi umum Australia naik 0,8% secara kuartalan dan naik 3,0% secara tahunan pada kuartal ketiga 2021. Angka ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun trimmed mean CPI, indikator yang di gunakan Bank Sentral Austraila (RBA) untuk mengukur inflasi inti, naik 0,7% secara kuartalan, yang mana lebih tinggi dari prediksi 0,5%.
Baca Juga: IHSG dibayangi aksi profit taking, cermati saham-saham ini
Secara tahunan atau year-on-year (yoy), trimmed mean CPI melonjak 2,1%, jauh di atas ekspektasi yang hanya 1,8%. Untuk pertama kali dalam enam tahun terakhir kembali berada dalam kisaran target 2%-3% yang di tetapkan oleh RBA.
RBA meramalkan bahwa inflasi inti tidak akan mencapai 2% hingga pertengahan 2023 sehingga suku bunga acuan cash rate akan tetap berada di tingkat super rendah 0,1% hingga 2024. Investor menilai RBA tidak tanggap dalam mengantisipasi inflasi sehingga harus menaikkan suku bunga jauh lebih cepat, yang kemungkinan pada Juli tahun depan.
Akibatnya, investor melakukan aksi jual atas surat utang pemerintah Australia yang bertenor pendek, sehingga imbal hasil (yield) surat utang yang bertenor 3 tahun naik menjadi 0.21%, lebih tinggi dari target RBA yang sebesar 0,1%.
Hal serupa juga pernah terjadi pada surat utang Pemerintah Selandia Baru pekan lalu, setelah data memperlihatkan inflasi naik dengan laju tercepat dalam satu dekade.
Baca Juga: BEI menargetkan kenaikan pendapatan usaha 11,4% di tahun 2022
Berkaitan dengan ketegangan antara AS dan China, Pemerintah AS melalui Federal Communications Commission (FCC), memutuskan untuk menarik izin operasi unit usaha China Telecom di AS, dengan alasan ancaman pada keamanan nasional. Ini berarti China Telecom America harus menghentikan semua layanan dalam waktu 60 hari, setelah hampir 20 tahun beroperasi di AS.
Sementara itu, investor memberikan reaksi negatif pada berita badan pengawas atau regulator China merencanakan peraturan pendaftaran yang lebih ketat bagi pengguna internet berusia muda.
Dari sisi makroekonomi, data laba industri memperlihatkan bahwa profitabilitas perusahaan di sektor perindustrian China melompat 16.3% yoy di bulan September 2021 menjadi 738,7 miliar yuan, lebih cepat dari pertumbuhan pada bulan Agustus yang hanya 10,1% YoY.
Akselerasi laju pertumbuhan profitabilitas ini terjadi pada saat sektor perindustrian mendapat pukulan hebat dari lonjakan harga batubara, kelangkaan bahan mentah, dan pembatasan penggunaan listrik.
Baca Juga: Rupiah melemah ke Rp 14.173 per dolar jelang tapering AS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News