Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbal hasil atau yield untuk Surat Utang Negara (SUN) seri benchmark berhasil menyentuh level terendah pada perdagangan Senin (20/1). Mengutip Bloomberg, seri FR0082 yang merupakan bechmark SUN untuk tenor 10 tahun berada di level 6,80% sekaligus jadi yang terendah sejak Juni 2019.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan, penurunan yield SUN 10 tahun Senin (20/1) dikarenakan sentimen AS-China yang telah menandatangani kesepakatan dagang fase pertama pekan lalu.
Baca Juga: Analis: Lelang SUN selalu diminati oleh investor
"Dari awal tahun, memang yield terus bergerak di bawah 7% dan kelihatannya penurunan ini masih akan berlanjut. Kesepakatan dagang AS dan China jadi sentimen positifnya karena gejolak pasar mereda," jelas Ramdhan kepada Kontan.co.id, Senin (20/1).
Menurutnya, sentimen perang dagang AS-China memiliki andil besar pada prospek pergerakan yield SUN Tanah Air. Apalagi di 2019, Ramdhan menekankan bahwa pergerakan yield cukup volatile, sedangkan untuk tahun ini kemungkinan akan lebih stabil dan berpotensi berada di kisaran 6,75% hingga 6,85% untuk tenor 10 tahun, sedangkan tenor 5 tahun diprediksi mendekati 6%.
Meredanya kondisi sentimen eksternal juga diyakini mampu mendorong peningkatan aliran dana asing yang masuk Tanah Air. Ini terbukti dari meningkatnya aliran dana asing yang masuk ke Tahan Air di awal tahun yang tembus Rp 10 triliun. Ditambah lagi, baik lelang SUN pertama dan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) berhasil membukukan hasil penjualan fantastis.
Sebagai informasi, pada lelang SUN perdana 7 Januari 2020 jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 81,54 triliun dari target maksimal Rp 22,5 triliun. Sedangkan pada lelang SBSN 14 Januari 2020 yang memiliki target indikatif Rp 7 triliun, pemerintah berhasil mengantongi penawaran hingga Rp 59,14 triliun.
"Penurunan yield masih akan berlanjut secara perlahan, namun tidak akan terlalu signifikan. Ini karena, potensi ketidakpastian di pasar global masih cukup tinggi, salah satunya terkait konflik AS dan Iran," ungkapnya.
Dari domestik, defisit neraca perdagangan tetap menjadi sentimen utama yang menjadi perhatian pasar. Harapannya, ke depan defisit neraca perdagangan bakal membaik seiring dengan disepakatinya negosiasi perang dagang AS dan China.
Baca Juga: Prospek SUN dan obligasi korporasi menarik, porsi asing akan naik tahun ini
"Dengan kondisi eksternal dan makro ekonomi stabil, didukung SBN, likuiditas, investment grade membaik. Ini jadi daya tarik kita dan asing masih akan masuk meskipun komposisi asing saat ini masih di 38%an, namun sangat aktif," tandasnya.
Ramdhan memperkirakan pada lelang SUN 21 Januari 2020, seri benchmark masih menjadi incaran investor, khususnya asing karena mereka akan membandingkan dengan imbal hasil US Treasury.
Untuk itu, prospek pasar SUN Tanah Air diperkirakan masih positif ke depan, ditambah lagi dengan penguatan rupiah yang sempat jadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News