Reporter: Danielisa Putriadita, Olfi Fitri Hasanah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Sepanjang semester pertama tahun ini, kepemilikan institusi lokal, seperti perbankan, reksadana, asuransi, dan dana pensiun, di surat berharga negara (SBN) meningkat sebesar 2,8%. Kenaikan terbesar berhasil dicatatkan oleh reksadana yang menggemuk 6,89% di akhir Juni 2017.
Tapi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, hingga 30 Juni lalu kepemilikan perbankan di SBN malah mengalami koreksi. Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie menjelaskan, outflow perbankan tersebut lantaran ada kebutuhan likuiditas saat bulan puasa dan libur Lebaran.
"Secara keseluruhan memang SBN yang dipegang bank pasti turun di Lebaran karena kebutuhan masyarakat banyak," kata Roby kemarin. Setelah momen itu lewat, kepemilikan perbankan di perkirakan kembali melesat.
Sementara kenaikan kepemilikan industri non-bank di semester I 2017 sudah tercermin sejak awal tahun. Kenaikan harga obligasi sejak awal tahun memang memicu minat investor yang tinggi terhadap reksadana berbasis obligasi pemerintah. Mereka berbondong-bondong melakukan akumulasi reksadana pendapatan tetap sebelum Indonesia mendapat rating layak investasi dari Standard & Poor's (S&P) pada Mei lalu.
Selain itu, kepemilikan SBN oleh industri keuangan non-bank (IKNB) juga terkerek adanya aturan yang mewajibkan industri ini berinvestasi di obligasi pemerintah. Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/ POJK.05/ 206. Namun, kenaikannya kini tak setinggi tahun lalu, saat beleid tersebut pertama kali diluncurkan.
Roby menambahkan, proyeksi positif pasar SBN pasca kenaikan peringkat utang Indonesia menjadi investment grade turut membuat kepemilikan IKNB bertambah. Jadi, pilihan institusi-institusi itu jatuh ke SBN, selain pasarnya yang menarik, ujar dia.
Apalagi, produk reksadana yang berbasis obligasi pemerintah juga memberikan imbal hasil maksimal. Belum lagi, instrumen SBN juga memiliki likuiditas yang cukup baik dan menawarkan risiko rendah serta kupon bersaing. Faktor-faktor ini sudah cukup menjadi katalis bagi asuransi dan dana pensiun untuk memutar dana kelolaannya pada obligasi pemerintah.
Bank bisa naik
Walau sempat turun di akhir Juni lalu, Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra memperkirakan, porsi kepemilikan bank di SBN bisa kembali menggemuk di kuartal III 2017. Sebab, likuiditas perbankan mulai longgar selepas libur Hari Raya Idul Fitri. Itu sudah terlihat pada data 6 Juli lalu yang menunjukkan, terjadi kenaikan hingga 17,56% pada kepemilikan perbankan di SBN.
Hanya, mendekati akhir tahun posisi kepemilikan perbankan di SBN berpotensi menipis. Alasannya, di triwulan IV 2017 perbankan mulai menggeber pertumbuhan kreditnya. Sehingga, perbankan cenderung lebih banyak menempatkan dananya untuk kebutuhan kredit. Belum lagi, ada rencana kenaikan suku bunga The Fed. Ini menjadi waktu yang tepat bagi perbankan untuk memaksimalkan laju kredit mereka.
Serupa, Roby pun melihat, kepemilikan perbankan di obligasi pemerintah cenderung lebih fluktuatif. "Karena perbankan bukan investor jangka panjang dan bebas melakukan jual beli SBN untuk likuiditas," tegasnya.
Kepemilikan SBN pada reksadana pun diprediksi kembali melesat. Sebab, institusi yang tidak memiliki dana yang cukup untuk investasi langsung di SBN bisa melakukannya lewat reksadana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News