Reporter: Olfi Fitri Hasanah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Beberapa lembaga keuangan non-bank mencatatkan penambahan dana simpanan (inflow) di Surat Berharga Negara (SBN) sepanjang enam bulan pertama 2017. Penambahan porsi di surat utang ini juga untuk memenuhi perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada reksadana, asuransi, dan dana pensiun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan hingga 30 Juni, inflow dari kepemilikan reksadana mencapai Rp 5,9 triliun atau sekitar 6,89%. Peningkatan tersebut mengangkat total kepemilikan manajer investasi menjadi Rp 91,56 triliun di penghujung Juni lalu.
Lalu, berbeda tipis, kepemilikan asuransi juga meningkat di akhir periode sebesar 6,7%. Artinya, ada penambahan total kepemilikan Rp 15,97 triliun. Diikuti oleh dana pensiun yang menorehkan inflow sebesar 2,09% atau setara dengan Rp 1,83 triliun.
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie merangkum beberapa poin ulasannya. Pertama, kewajiban bagi institusi-institusi tersebut untuk berinvestasi di SBN yang tertera di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/ POJK.05/ 2016. Apalagi untuk reksadana dan asuransi juga terdorong oleh pertumbuhan aset kedua institusi tersebut.
Kedua, proyeksi positif pasar SBN pasca kenaikan peringkat utang Indonesia menjadi investment grade dari Standard and Poor's (S&P) pada bulan Mei lalu.
“Jadi, pilihan institusi-institusi tersebut jatuh ke SBN selain pasarnya menarik, ada kewajiban POJK minimum 20% investasi di SBN,” ujar Roby kepada KONTAN, Jumat (7/7).
Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Utama Indo Premier Investment Diah Sofiyanti. Dia bilang, manajer investasi yang membeli SBN biasanya untuk memfasilitasi produk-produk yang strategi investasinya melibatkan obligasi untuk portofolio. Antara lain, reksadana terproteksi, pasar uang, pendapatan tetap, dan campuran.
Instrumen surat utang pemerintah sendiri dinilai Diah memiliki likuiditas yang cukup baik. Di samping itu, menawarkan tingkat risiko rendah dengan kupon yang masih bersaing. “Kami juga beli SBN untuk membantu investor dana pensiun dan asuransi terkait pemenuhan POJK Nomor 1,” tambahnya.
Kondisi demikian, menyebabkan kepemilikan reksadana di SBN ke depannya akan seiring sejalan dengan pertumbuhan aset kedua intitusi tersebut, seperti penambahan premi pada asuransi atau iuran baru ke dana pensiun.
Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra melengkapi, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang diwajibkan berinvestasi di SBN, tetapi tidak memiliki dana yang cukup untuk berinvestasi langsung, akan berinvestasi memalui reksadana. "Ini yang beri peluang porsi reksadana di SBN meningkat," kata Made.
Dia menilai, reksadana, asuransi, dan dana pensiun berpotensi untuk menambah porsi kepemilikannya di SBN dengan asumsi instrumen tersebut dapat memenuhi kebutuhan investasi jangka panjang dan aman. Roby memprediksi hal serupa, tren kenaikan kepemilikan institusi tersebut masih berlanjut hingga akhir tahun. Apalagi, didorong aturan kepemilikan di SBN bagi Institusi Keuangan Non Bank (IKNB).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News