Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jajaran perusahaan milik Grup Salim sempat muncul sebagai pemegang saham di atas 5% di PT Bank Mega Tbk (MEGA), namun kini menghilang.
Sebelumnya, Merujuk publikasi Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang dipublikasikan pada Jumat (25/3), Indolife Pensiontama, perusahaan asuransi jiwa Grup Salim, memegang 568,63 juta lembar saham setara 8,17%.
Lalu Megah Eraraharja, perusahaan pengendali Indoritel Makmur Internasional (DNET) memegang 539,86 juta lembar saham sebanyak atau 7,75%.
Ada juga Indofood Sukses Makmur (INDF) memegang 503,64 juta lembar saham setara 7,23%. Tak sampai situ, Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) memegang 355,59 juta lembar saham atau 5,11%.
Baca Juga: Makin Agresif, Grup Salim Kantongi Saham di Tiga Bank Ini
Namun, KSEI merevisi data tersebut pada Senin (28/3) yang menyatakan kepemilikan saham Bank Mega di atas 5% hanya dipegang oleh PT Mega Corpora yang mengempit sebanyak 58,01%. Sedangkan pemegang saham lainnya dengan kepemilikan di bawah 5% sebanyak 41,98%.
Lantas apa yang terjadi?
Pengamat Ekonomi dan Pasar Modal Yanuar Rizky menyatakan muncul dan hilangnya pengendali di atas 5% dari suatu emiten memiliki beberapa makna. Mulai dari kesalahan administrasi hingga investor bersangkutan masih malu-malu untuk tampil ke publik.
“Kalau kita kembali ke belakang pada era BLBI, Salim ini kan kena surat pernyataan lunas dengan catatan bahwa seluruh aset diberikan. Sejak itu, Salim menghilang dan orang tau dia tidak ada dimana tapi ada dimana-mana, dia membesarkan CT dan EMTK,” ujarnya kepada Kontan.co.id pada Senin (28/3).
Ia menyebut seiring dengan adanya program tax amnesty dari pemerintah, berbagai pengusaha mulai kembali muncul termasuk dari Grup Salim. Yanuar menilai, langkah masuk ke Bank Mega sebagai bentuk eksistensi Grup Salim.
Baca Juga: Salim Group Kolaborasi dengan Pertamina Tingkatkan Layanan Minimarket SPBU
“Kenapa tadinya ada nama kepemilikan di atas 5%, lalu diubah menjadi di bawah 5%? Karena kalau di atas 5% harus ada keterbukaan informasi, jadi masih ditahan di bawah 5%. Mungkin mau muncul, tapi belum terlalu mau,” paparnya.
Ia menekankan saat ini sudah terjadi pergantian standar akuntansi internasional yang baru memungkinkan pemegang saham minoritas bisa menjadi pengendali. Pada kasus Bank Mega ini, Yanuar menilai perhatian investor tidak hanya pada besar kepemilikan saham.
“Namun ke depannya bakal ada perubahan kepengurusan dan corporate action lainnya di Bank Mega. Kalau ada intensi Salim yang mengendalikan, maka pengendaliannya Salim, mau berapapun kepemilikan sahamnya,” tuturnya.
Dari sisi good corporate governance (GCG), Yanuar menilai dengan revisi data pemegang saham di atas 5% membuat investor kebingungan. Namun di sisi lain, ada pemberian kode yang menyatakan ada Salim sebagai pemegang saham Bank Mega.
Baca Juga: Grup Barito Menguasai Penuh Star Energy, Operator Panas Bumi Terbesar di Indonesia
“Menurut saya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memberikan sanksi yang tegas bila ada kesalahan administrasi. Karena ini masuk ke dalam pasal 90 terkait informasi material terhadap publik. Ini kan informasinya berubah, emiten Bank Mega yang salah atau KSEI? ” katanya.
Kontan.co.id sudah mencoba menghubungi Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib meminta klarifikasi perihal ini. Sayangnya, belum ada konfirmasi yang diberikan oleh manajemen Bank Mega hingga berita ini dipublikasikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News