Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Investor ritel terus melepaskan kepemilikan surat berharga negara (SBN) kepada investor institusi.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan, per 1 Maret 2017 kepemilikan individu di SBN domestik yang bisa diperdagangkan mencapai Rp 57,36 triliun. Angka ini susut 0,67% dibanding posisi akhir Desember 2016 yang tercatat Rp 57,75 triliun.
Kepemilikan individu di surat utang pemerintah tersebut jauh lebih kecil ketimbang total outstanding obligasi ritel yang saat ini mencapai Rp 141,11 triliun. Perinciannya: ORI011 sebesar Rp 21,21 triliun, ORI012 Rp 27,43 triliun, dan ORI013 Rp 19,69 triliun. Lalu, SR-006 Rp 19,32 triliun, SR-007 Rp 21,96 triliun, SR-008 Rp 31,5 triliun.
Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga menyatakan, ada beberapa faktor yang memicu perpindahan kepemilikan individu di SBN ke investor institusi. Pertama, potensi kenaikan harga (capital gain) dalam waktu singkat yang membuat investor individu tergiur melepas kepemilikannya ke pasar sekunder.
"Secara historis, biasanya obligasi ritel yang masuk ke pasar sekunder pasti harganya di atas par, 100 hingga 200 bps. Keuntungan ini sudah menarik bagi investor ritel," kata Desmon kemarin.
Kedua, imbal hasil obligasi ritel yang lebih tinggi membuat investor institusi tertarik. Memang, pada SBN ritel, pemerintah biasanya memberikan kupon premiun untuk menjaring minat investor individu. Besaran imbal hasil tersebut juga atraktif bagi investor institusi. Ambil contoh, dana pensiun, asuransi, maupun manajer investasi.
Kupon SR-008, misalnya, yang mencapai 8,3%, lebih tinggi dibanding yield Surat Utang Negara (SUN) bertenor tiga tahun sebesar 7,1%. "Jika masuk ke portofolio bisa berkontribusi ke return on investment," ujar Desmon.
Ketiga, kupon obligasi ritel yang dibayarkan tiap bulan. Berbeda dengan SBN, umumnya investor institusi memperoleh pembayaran kupon setiap enam bulan sekali.
SR-009 beralih
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro sepakat. Apalagi secara historis, kepemilikan individu dalam obligasi ritel akan berkurang pasca instrumen itu bebas diperdagangkan di pasar sekunder. "Hal tersebut juga berpeluang terjadi pada SR-009," tambah Nicodimus.
Kemungkinan sekitar separuh dari total penerbitan SR-009 akan beralih ke investor institusi di waktu mendatang. Saat ini, pemerintah memang tengah menawarkan SR-009 melalui 22 agen penjual di seluruh Indonesia. Instrumen berkupon 6,9% ini leluasa melenggang ke pasar sekunder setelah 10 April 2017.
"Pola ini kemungkinan akan selalu ada. Investor ritel akan melepasnya untuk mendapatkan capital gain dan balik modal," ungkap Desmon. Sementara investor institusi disinyalir tetap siap menampung surat utang anyar itu.
Desmon memperkirakan, jenis investor SR-009 yang berusia lebih dari 50 tahun bakal tetap mempertahankan instrumen ini. Sebab, mereka membutuhkannya untuk dana pensiun. Sebaliknya, investor ritel yang berusia 30 tahun hingga 40 tahun berpotensi menjualnya. "Karena usia segitu cukup aware terhadap capital gain," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News