Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
Karinska melihat, permintaan obligasi pemerintah Indonesia masih cukup tinggi dari investor domestik. Sementara investor asing mencatat penjualan bersih pada tenor pendek, dan beralih ke tenor yang lebih panjang.
Suplai Surat Berharga Negara (SBN) yang berkurang pada kuartal IV-2023 juga akan menjadi sentimen positif bagi obligasi dalam negeri. Hal ini berpotensi mengerek harga obligasi dan menurunkan yield obligasi Indonesia.
"Mirae Asset Sekuirtas mempertahankan rating untuk obligasi jangka pendek karena nilainya yang diskon, tetapi investor harus terus berhati-hati karena yield US Treasury bisa kembali ke atas 5%," ucap Karinska.
Baca Juga: Bank BNI Cetak Pertumbuhan Laba dan Kredit, Sambil Kedepankan Kehati-hatian
Sementara menurut Alvaro, untuk menghindari volatilitas, investor bisa melirik obligasi korporasi yang cenderung memiliki volatilitas lebih rendah dibandingkan obligasi negara. Investor dengan horizon investasi yang pendek juga bisa berinvestasi pada tenor yang lebih pendek di mana telah menawarkan yield yang menarik dengan dampak penurunan harga yang lebih minim (duration risk).
Selain itu, investor juga bisa memperoleh imbal hasil yang menarik dengan berinvestasi pada sukuk tabungan. Imbal hasil yang diterima mengacu pada suku bunga acuan (BI 7 days RR) dengan tambahan spread (floating with floor).
Investor sukuk tabungan juga tidak menghadapi kondisi volatilitas harga dimana mekanismenya adalah tidak diperdagangkan (non-tradable) dengan early redemption.
"Sucorinvest Asset Management menargetkan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di kisaran 6,8%-7% pada akhir tahun 2023," kata Alvaro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News