Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga komoditas lunak seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) diyakini bisa menekan kinerja emiten barang konsumsi primer, yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya.
Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya menilai, emiten barang konsumsi primer sudah menaikkan harga sebagai upaya meneruskan (pass-on) akibat kenaikan harga komoditas.
Misalkan, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang menaikkan harga kurang lebih single high digit. Akibatnya, unit sales terganggu. Margin pun diproyeksi masih belum bisa menyamai seperti level tahun lalu.
Selain itu, ada pula sentimen kenaikan laju inflasi, terlebih bila pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pertalite dan tarif listrik. Ini dapat mengganggu daya beli masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah (mid-to-low income).
“Itu yang bisa mengganggu daya beli masyarakat untuk consumer staple,” terang Hariyanto kepada Kontan.co.id, Kamis (21/4).
Baca Juga: Emiten Barang Konsumsi Tertekan Kenaikan Harga Bahan Baku, Cek Rekomendasi Sahamnya
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Pebe Peresia menilai, UNVR lebih terdampak kenaikan harga CPO dibandingkan emiten lain. Sebab, segmen utama UNVR adalah home and personal care (HPC) dimana 66,7% dari total pendapatan dan portofolionya kebanyakan menggunakan oil-based commodity sebagai material dasar.
Sementara itu, emiten konsumer seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang segmen utamanya adalah mi instan, hanya memerlukan CPO dalam jumlah yang lebih kecil.
“Walaupun adanya kekhawatiran terkait kenaikan harga gandum, kami melihat ICBP dapat meneruskan (pass-on) kenaikan harga bahan baku ke konsumen,” terang Pebe kepada Kontan.co.id, Selasa (19/4).
Ini karena posisi ICBP sebagai pemimpin pasar atau market leader dengan penguasaan pasar (market share) mi instan lebih dari 70%. Sehingga, ICBP mempunyai pricing power yang kuat.
Samuel Sekuritas Indonesia menjadikan ICBP sebagai stock pick untuk sektor consumer dengan target harga Rp 12.000 per saham.
Sementara itu, Hariyanto memasang sikap netral terhadap saham emiten barang konsumsi. Bagi investor yang ingin berinvestasi, dia menyarankan lebih baik ke saham yang berkaitan komoditas dan bank.
Saham tambang dan bank yang masuk ke dalam jajaran pilihan utama atau stock picks Mirae Asset bulan ini diantaranya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Baca Juga: Begini Strategi Mayora Indah (MYOR) Menghadapi Kenaikan Harga Gandum
Mirae Asset menambahkan perusahaan ritel, yaitu PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan perusahaan pelayaran, yaitu PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) ke dalam jajaran pilihan utama bulan ini. LPPF dan SMDR menggantikan saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
Mirae Asset Sekuritas berekspektasi adanya penjualan pakaian (sandang) yang solid selama bulan Ramadan, yang akan menguntungkan LPPF. Kenaikan penjualan ini seiring mobilitas masyarakat yang naik selama perayaan Ramadan dan Lebaran 2022.
Sementara itu, SMDR dinilai atraktif karena posisinya sebagai perusahaan transportasi kargo dan logistik terintegrasi dengan sekitar 65% dari pendapatan tahun 2020 disumbang oleh bisnis pengiriman peti kemas. SMDR dinilai menjadi penerima manfaat dari kenaikan tarif angkutan peti kemas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News