kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kenaikan Fed Fund Rate bisa menekan pasar obligasi


Selasa, 13 Maret 2018 / 08:40 WIB
Kenaikan Fed Fund Rate bisa menekan pasar obligasi


Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) hampir pasti terwujud pada pekan depan. Tekanan pada pasar obligasi dalam negeri tetap ada walaupun di saat yang sama, Bank Indonesia kembali mempertahankan BI 7 Day Repo Rate. 

Setidaknya, inilah yang diperkirakan oleh para analis. Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra bilang, walau The Federal Reserve mengerek suku bunga, BI tidak akan mengikutinya. Lantaran inflasi masih berada di level 3,5 plus minus 1%, sesuai target BI.

Serupa, analis Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar bilang, belum saatnya BI mengubah suku bunga acuan. Selain inflasi yang masih dalam rentang BI, nilai tukar rupiah belum menjadi sinyal bagi BI untuk menaikkan suku bunga acuan. Walau terus tertekan dan terperosok ke level Rp 13.700 per dollar AS, posisi ini wajar.

Meski begitu, skenario ini belum tentu membuat pasar obligasi sepenuhnya aman. Pelaku pasar masih menanti pernyataan The Fed mengenai prospek ekonomi di Negeri Paman Sam ini.

Jika The Fed memutuskan untuk lebih agresif dengan mengerek suku bunga hingga empat kali, pasar obligasi global termasuk Indonesia bisa goyah. "Karena sejak tahun lalu prediksinya Fed Fund Rate hanya naik tiga kali pada 2018," tutur Anil.

Kenaikan suku bunga AS turut membuat imbal hasil US Treasury masuk dalam tren bullish. Nah, suka tidak suka imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) juga ikut naik. Hal ini untuk menjaga selisih antara imbal hasil SUN dengan US Treasury yang ujung-ujungnya mempengaruhi minat investor asing terhadap surat utang Indonesia.

Anil bilang, jika selisih imbal hasil SUN lebih menarik bagi investor asing, kemungkinan pasar obligasi Indonesia kembali dilirik. Namun, jika sebaliknya, maka pasar obligasi dalam negeri berpotensi terkoreksi.

Di samping itu, tekanan di pasar obligasi berlanjut karena perang dagang akibat kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump. Kebijakan tersebut dianggap merugikan bagi negara-negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia.

Karena belum mengantisipasi dampak kebijakan tersebut, para pelaku pasar cenderung berhati-hati dalam berinvestasi. "Investor dilanda kekhawatiran karena portofolionya belum teruji untuk menghadapi efek perang dagang," tandas Anil.

Minat investor

Namun, jika BI memilih untuk mengerek suku bunga acuan pada pekan depan, maka pasar obligasi domestik justru terguncang. Soalnya, kenaikan suku bunga acuan menjadi wujud bahwa kondisi ekonomi dalam negeri sedang tidak stabil.

Ini ditandai dengan meningkatnya nilai inflasi hingga melewati target yang ditentukan serta melemahnya kurs rupiah sampai di level yang tidak sesuai fundamental. "Investor asing malah menjadi ragu dengan prospek ekonomi Indonesia," tambah Made.

Sementara Anil menambahkan, kenaikan BI Rate dapat membuat tren kenaikan imbal hasil SUN sulit dibendung. Di satu sisi, kenaikan imbal hasil SUN berperan penting untuk mengambil minat investor asing.

Di sisi lain, kenaikan tersebut berpotensi membuat investor kesulitan meraih capital gain ketika berinvestasi obligasi pemerintah. "Indeks obligasi bisa terkoreksi kalau itu terjadi," pungkas Anil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×