Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga emas terus melambung di tengah meningkatnya kekhawatiran kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Bank sentral global diproyeksi akan terus meningkatkan cadangan emas mereka untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Research & Development Trijaya Pratama Futures Alwi Assegaf mengatakan, utamanya kebijakan tarif Trump yang melatarbelakangi lonjakan harga emas. Tarif impor AS dikerek lebih tinggi memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang mendorong investor lari ke aset lindung nilai (safe haven).
Adapun Trump baru-baru ini menekan instruksi kenaikan tarif impor baja dan aluminium menjadi 25% yang akan mulai berlaku awal Maret 2025. Presiden AS ke-47 tersebut juga mengindikasikan akan mempertimbangkan pengenaan tarif tambahan pada mobil, farmasi, dan chip komputer.
Trump bahkan telah memulai kembali perang dagang jilid II dengan China dengan menerapkan tarif tambahan 10% untuk semua produk impor dari China. Trump juga segera memasang tarif impor 25% kepada Kanada dan Meksiko yang ditunda pemberlakuannya.
Baca Juga: Harga Emas Terus Berkilau, Cermati Sejumlah Pemicunya
Alwi berujar, kebijakan tarif itu pula yang membuat bank-bank sentral global memborong emas untuk cadangan devisa negara. Bank sentral di seluruh dunia membeli emas secara besar-besaran di tengah ketidakpastian yang dapat ditimbulkan dari perang dagang.
‘’Dalam perkembangan terakhir, bank-bank sentral dunia seperti China dan bank sentral lainnya membeli emas untuk memperkuat cadangan devisa mereka,’’ ungkap Alwi saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (18/2).
Pada tahun 2024, bank sentral global membeli total 1.045 metrik ton emas, dengan pembeli utama termasuk Polandia, India, dan Turki. Pembelian emas oleh bank sentral dunia tahun lalu mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah berdasarkan laporan World Gold Council (WGC).
Polandia menggeser China yang pada 2023 menjadi pembeli terbanyak dengan 224,9 ton. Namun demikian, pembelian China tetap besar yang menjadi bank sentral urutan keempat dengan penambahan emas pada 2024 sebanyak 33,9 ton.
Alwi menjelaskan bahwa kenaikan harga emas tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Harga emas turut melonjak dipengaruhi adanya perbedaan harga (spread) yang melebar antara pasar spot London dan kontrak berjangka New York.
Akibatnya, spread harga yang melebar di pasar emas spot dan berjangka itu berdampak pada ketidakseimbangan di pasar. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran yang bisa memicu volatilitas harga logam mulia.
Baca Juga: Harga Emas Memantul ke atas US$ 2.900, Goldman Sachs Prediksi Tembus US$ 3.100
Menurut Alwi, emas berjangka memang merupakan salah satu instrumen keuangan alternatif pilihan investor. Terlebih lagi, adanya kebijakan tarif trump dan pembelian masif oleh bank sentral global telah memengaruhi harga emas berjangka terus naik.
Indikasi kekhawatiran selisih harga ini terlihat dari meningkatnya stok di gudang Comex. JPMorgan Chase & Co., bahkan mengirim emas batangan senilai lebih dari US$ 4 miliar ke New York di bulan Februari.
Di lain sisi, Inggris menghadapi kekurangan emas fisik di Bank of England (BoE). Hal ini menyusul aksi investor untuk mengeluarkan emas dari BoE untuk dialihkan ke emas batangan untuk kontrak yang diperdagangkan di Comex CME Group.
Alwi menyebutkan, kekhawatiran pasokan patut menjadi perhatian karena nilai transaksi emas terus melesat. Jika permintaan tinggi emas tidak diimbangi dengan pasokan yang ada, maka bisa menciptakan ketidakstabilan harga emas.
Selain itu, faktor kebijakan moneter bank sentral global turut berpengaruh pada prospek harga emas. Suku bunga yang lebih rendah dapat menggairahkan emas sebagai aset tanpa imbal hasil.
Ketika suku bunga acuan dipangkas, maka yield atau imbal hasil obligasi bank sentral negara tersebut akan bergerak turun. Dalam yield obligasi turun, emas yang tidak memberikan imbal hasil akan dijadikan sarana investasi alternatif.
Alwi melihat, kebijakan bank sentral global untuk melonggarkan kebijakan moneter, semestinya berpihak pada kenaikan harga emas. Teranyar Bank Sentral Australia memangkas suku bunga mereka 25 bps dari 4,35% menjadi 4.1%.
Sementara itu, sentimen dari kemungkinan berdamainya Ukraina dan Rusia dianggap kurang signifikan. Pelaku pasar sudah mengantisipasi potensi tersebut dan bahkan memperkirakan gencatan senjata di Gaza.
Alwi menuturkan, tentunya emas diandalkan dalam kondisi risiko geopilitik meningkat sebagai aset lindung nilai (safe haven). Namun demikian, faktor dominan harga emas saat ini lebih dipengaruhi kebijakan tarif Trump dan juga pembelian dari bank sentral global.
‘’Mungkin ada faktor Ukraina dengan Rusia itu bisa mengkoreksi posisi emas, tapi sifatnya hanya temporer. Pelaku pasar lebih menantikan prospek jangka panjang emas bakal seperti apa,’’ imbuhnya.
Proyeksi Alwi, harga emas sangat realistis bisa melampaui level US$ 3.100 per ons troi tahun ini. Setidaknya emas akan mencapai level psikologis di US$ 3.000 per ons troi, yang saat ini sudah tinggal hitungan poin meraihnya.
Adapun harga tertinggi (ATH) emas dunia di posisi US$ 2.943 per ons troi. Dengan sentimen pasar yang telah disebutkan di atas, maka bukan tidak mungkin harga emas kembali memecahkan rekor harga di tahun 2025 ini.
Mengutip Reuters, Selasa (18/2), harga emas spot naik 0,6% menjadi US$2.913,79 per ons pada pukul 07.14 GMT. Sementara itu, harga emas berjangka AS naik 0,9% menjadi US$2.925,50.
Selanjutnya: Piutang Pembiayaan Syariah Multifinance Mencapai Rp 27,43 Triliun per Desember 2024
Menarik Dibaca: Zalora Kembali Hadirkan Zaloraya, Berlangsung 21 Februari hingga 2 Maret
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News