Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harga minyak belum menemukan tenaga lantaran masalah pasokan yang melebihi permintaan. Ancaman kenaikan suku bunga The Fed pun siap menghadang laju harga minyak.
Mengutip Bloomberg, Rabu (11/11) pukul 15.30 WIB, harga minyak kontrak pengiriman Desember 2015 di New York Mercantile Exchange turun 1% ke level US$ 43,73 per barel atau level terendah sejak 27 Oktober lalu.
Nanang Wahyudin, Analis PT Finex Berjangka menyatakan, harga minyak bisa kembali ke level US$ 37 - US$ 38 per barel jika The Fed menaikkan suku bunga di akhir tahun ini. Kenaikan suku bunga The Fed akan mendorong laju nilai tukar dollar AS sehingga menekan harga komoditas termasuk minyak. Sementara jika The Fed menunda kenaikan suku bunga, Nanang memperkirakan harga minyak akan melaju hingga US$ 50 per barel.
Kebutuhan minyak menjelang musim dingin sebenaranya meningkat, terutama untuk sumber pemanas. Hal ini dapat mendorong permintaan. "Namun karena perlambatan ekonomi permintaan menjadi tidak terlalu besar," ujar Nanang.
Untuk jangka pendek, Nanang melihat ruang kenaikan harga belum besar. "Jika rebound hanya akan berlangsung sesaat dan sampai US$ 45 per barel," lanjutnya.
Pekan lalu harga minyak sempat mencatat penurunan selama lima hari berturut hingga awal pekan ini. Penurunan tersebut memicu aksi bargain hunting sehingga minyak sempat menguat pada Selasa (10/11) sebelum akhirnya kembali tertekan.
Nanang menduga harga minyak dapat kembali melaju jika OPEC mengubah kebijakan, misalnya dengan mengurangi produksi minyak. Berbagai stumulus moneter baik dari Eropa maupun China diharapkan mampu memberi hasil pada tahun depan. Pada akhirnya permintaan minyak bisa kembali memanas, mengingat China merupakan negara konsumen terbesar di dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News