Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Prospek bisnis dan saham PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) bakal tertahan. Ini terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.
"Kalau melihat tuntutan nilai ganti ruginya, ada potensi mengganggu kinerja SGRO," ungkap analis Minna Padi Investama, Christian Saortua kepada KONTAN, kemarin.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas PT National Sago Prima, anak usaha SGRO atas kebakaran hutan dan lahan di konsesi National Sago.
PN Jaksel menghukum National Sago membayar ganti rugi Rp 319,17 miliar dan melaksanakan pemulihan Rp 753 miliar. Artinya, total denda terhadap National Sago mencapai Rp 1,07 triliun.
Mengacu laporan keuangan SGRO per Juni 2016, NSP mulai beroperasi komersial pada 2010. SGRO menguasai 96,73% saham National Sago. Hingga periode itu, National Sago mencatatkan aset sebesar Rp 623,33 miliar.
Di sisi lain, SGRO memiliki posisi kas dan setara kas Rp 683,69 miliar per Juni 2016. Jumlah ini naik lebih dari tiga kali lipat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Kelak, denda Rp 1,07 triliun berpotensi menggerogoti fundamental SGRO.
"Apalagi, putusan sidang sudah valid, . Tapi ini masih lama, masih ada tahapan lanjutan. Seperti PT Jasa Marga Tbk dituntut Rp 1 triliun, tapi belum ada pengeluaran itu di laporan keuangan semester I," tutur Christian.
Anak usaha SGRO memang masih bisa banding atas putusan PN Jaksel. Jika langkah ini tak mampu membuat SGRO lepas atau minimal mengurangi jeratan hukum, masih ada proses kasasi. Sembari menunggu proses itu, investor sebaiknya berhati-hati jika ingin masuk SGRO.
"Bagi yang sudah telanjur punya saham SGRO, saat ini bisa sell dulu," tambah Christian.
Sependapat, kata analis MNC Securities Yosua Zishoki, efek atas kasus ini bisa menimbulkan sentimen negatif, mempengaruhi fundamental SGRO. Memang, SGRO bisa banding, sehingga belum tentu membayar ganti rugi dan belum akan mengganggu operasional. Tapi, skenario terburuk bisa terjadi jika putusan banding sama seperti putusan PN Jaksel.
Dia menjelaskan, secara konsolidasi, SGRO hanya mempunyai kas Rp 684 miliar dan total aset lancar Rp 1,4 triliun. "Jika SGRO membayar jumlah ganti rugi anak usahanya Rp 1 triliun, maka menyulitkan SGRO untuk melanjutkan operasi," tambah Yosua.
Kas dan aset lancar itu tentu sudah ditentukan penggunaannya. Tiba-tiba ada tagihan sebesar ini bisa jadi sentimen negatif bagi saham SGRO. "Bisa saja anak usahanya dipailitkan. Tapi, tentu, investor tetap harus menunggu perkembangan kasus ini karena masih ada proses hukum yang diupayakan," jelas Yosua.
Bagi yang belum menggenggam saham SGRO, sebaiknya wait and see menunggu perkembangan. Tapi jika telanjur punya, bisa sell. Tapi, ini bisa dilakukan jika investor sudah meraih capital gain.
"Jika belum capital gain, bisa hold, tapi tetap cermati dan jangan sampai capital loss justru membesar," ucap Yosua. Hubungan Investor SGRO Michael Kusuma menyatakan masih mempelajari kasus ini. Dia belum bisa merinci proses hukum yang akan ditempuh selanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News