Reporter: Nadya Zahira | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN..CO.ID _ JAKARTA. Kinerja reksadana tengah mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari turunnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana dan Dana kelolaan atau asset under management (AUM). Selain itu, banyaknya pilihan instrumen investasi juga menjadi salah satu penekannya.
Head of Fixed Income, Schroders Indonesia, Soufat Hartawan mengatakan, sentimen lainnya yang membuat kinerja reksadana turun yakni, karena kinerja banyak reksadana terproteksi yang mulai jatuh tempo. Sehingga secara bertahap investor menarik dananya dari investasi di reksadana terproteksi tersebut.
"Memang investor lebih tertarik untuk membeli obligasi pemerintah secara langsung melalui platform di perbankan, jadi akses investor terhadap obligasi saat ini jauh lebih mudah, ini membuat perpindahan sebagian dana dari reksadana ke investasi obligasi pemerintah," kata Soufat kepada Kontan.co.id, di Jakarta, Senin (8/7).
Menurut Soufat, turunnya kinerja reksadana tidak dipengaruhi oleh aset kripto. Pasalnya, risiko dalam berinvestasi di aset kripto lebih tinggi dibandingkan dengan reksadana. Dia melihat bahwa saat ini minat investor terhadap obligasi pemerintah sangat besar, terlihat dari kepemilikan retail yang terus meningkat selama dua tahun terakhir.
"Apalagi mengingat, investasi di obligasi pemerintah sangat aman dan return nya juga cukup menarik. Jadi menurut saya penurunan kinerja reksadana bukan karena investor beralih ke aset kripto seperti bitcoin misalnya," imbuhnya.
Tak hanya itu, Soufat menuturkan bahwa sentimen lainnya juga karena volatilitas di pasar saham masih besar. Dengan begitu, membuat para investor mencari investasi yang lebih aman seperti emas dan obligasi,
"Saya lihat, investor sedang menunggu sampai potensi investasi di saham ini memberikan return yang lebih menjanjikan," kata dia.
Baca Juga: Kembangkan Reksadana Saham & ETF, Indo Premier Sekuritas Luncurkan Power Fund Series
Selaras dengan hal ini, Direktur Panin Asset Management (Panin AM), Rudiyanto mengatakan bahwa reksadana memang tengah menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya dari maraknya pilihan instrumen investasi.
"Tantangan dari deposito bunga bank yang semakin tinggi, penawaran ORI dan SR yang gencar, serta obligasi milik pemerintah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (8/7).
Meski begitu, Rudiyanto meyakini bahwa reksadana masih memiliki daya tariknya sendiri. Sebab, nasabah membeli sesuai profil risiko. Terlebih, sambungnya, apabila manajer investasi mampu membukukan kinerja yang baik.
"Selama bisa membukukan kinerja yang baik, sesuai profil investor, maka masih tetap akan diminati," katanya.
Selain kemampuan dari manajer investasi, ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed juga akan memberikan dorongan terhadap kinerja reksadana ke depan, serta kemampuan pemerintah membasmi judi online.
"Jadi sepanjang bunga turun, kinerja semua reksadana bisa kembali menguat atau bergerak positif," imbuhnya.
Sementara itu, Chief Executive Officer (CEO) Pinnacle Investment, Guntur Putra mengatakan bahwa terkait tren AUM reksadana yang turun belakangan ini salah satunya disebabkan oleh kondisi pasar yang tidak stabil akibat berbagai faktor ekonomi global maupun domestik, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi aset underlying dari portofolio reksadana.
"Dimana investor mungkin pada saat ini lebih memilih untuk wait and see dengan situasi sekarang. diluar itu banyak jg investor yg menuju instrumen investasi lain baik digital asset maupun underlying asset global (saham/ global fund)," kata GUntur kepada Kontan.co.id, Selasa (9/7).
Guntur menjelaskan, jika AUM mengalami penurunan, maka investor harus melihat dari dua perspektif. Pertama, bisa karena market movement dan kedua, bisa karena redemption.
"Kalau dua bulan terakhir saya liat AUM industri mulai meningkat lagi. Memang biasanya apabila pasar sedang tertekan, maka sebagian investor turun mengamankan posisi nya dan keluar dari pasar," imbuhnya.
Meski begitu, Guntur menyebutkan bahwa di Pinnacle Investment sendiri, beberapa reksadana justru mengalami kenaikan AUM, seperti Pinnacle Money Market Fund, yang AUM nya naik 50.1% menjadi Rp 349 miliar secara year to date (YTD), dan Pinnacle Dana Obligasi Unggulan AUM nya naik 10 % menjadi Rp 842 YTD.
Dari sisi strategi investasi, Guntur mengatakan bahwa pihaknya selalu fokus terhadap pengelolaan manajemen risiko portofolio yang menyeluruh untuk mengoptimalkan kinerja di reksadana yang kelola oleh Pinnacle Investment di berbagai kondisi pasar.
"Kami berharap di akhir tahun dapat mencatatkan pertumbuhan double digit untuk AUM. Oleh sebab itu, kami tentunya akan tetap melakukan beberapa strategi yang sudah dijalankan sepanjang tahun ini dan di tahun sebelumnya," kata dia.
Guntur pun memproyeksi, Pinnacle Investment bisa mencapai AUM hingga sebesar Rp 2,5 triliun. Angka ini naik 20% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Asal tau saja, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NAB reksadana terus mengalami penurunan sejak tahun 2021. Pada 2022, NAB turun 12,40% menjadi Rp 508,18 triliun dan di 2023 turun 0,63% menjadi Rp 504,94 triliun. Tahun ini, hingga Mei 2024, penurunan sudah mencapai 3,72% menjadi menjadi Rp 485,77 triliun.
Begitu juga dengan dana kelolaan atau asset under management (AUM). Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pada tahun 2021 menyebut total AUM industri sebesar Rp 826,70 triliun. Pada tahun 2022, nilai AUM turun 3,56% secara tahunan (YoY) menjadi 797,31 triliun, dan pada tahun 2023 kembali terkoreksi 0,44% YoY menjadi Rp 793,78 triliun. Sepanjang tahun berjalan ini KSEI mencatat penurunan AUM sebesar 0,64% menjadi Rp 788,69 triliun hingga Mei 2024.
Disisi lain, ditengah penurunan NAB dan AUM, KSEI mencatat jumlah investor reksadana justru bertumbuh secara konsisten. Jumlah investor per Mei 2024 sebanyak 12,17 juta dari posisi 2021 yang hanya 6,84 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News