kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kado indah tahun baru di bursa saham


Sabtu, 30 Desember 2017 / 13:05 WIB
Kado indah tahun baru di bursa saham


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) menerima kado istimewa Tahun Baru 2018. Setelah berkali-kali memecahkan rekor tertinggi, di hari terakhir perdagangan 2017, Jumat (29/12), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menembus rekor baru, setelah ditutup menguat 0,66% ke level 6.355,65.

Sepanjang tahun ini, IHSG sudah menanjak 19,99%. Meskipun, sejak awal tahun investor asing masih melancarkan aksi jual (net sell) di BEI. Selama 12 bulan terakhir, investor asing tercatat net sell Rp 39,87 triliun.

Pertumbuhan IHSG yang hampir 20% melampaui ekspektasi analis. Aditya Perdana Putra, Analis Semesta Indovest Sekuritas semula memprediksikan, IHSG pada 2017 hanya tumbuh 8%-10%. "Dengan kenaikan di atas 15%, memang cukup bagus," ujarnya.

Aditya menilai, pasar saham domestik tahun ini lebih banyak didorong sektor perbankan, pertambangan, dan barang konsumsi. Lihat saja, kinerja emiten perbankan cukup bagus hingga kuartal III 2017. Di saat yang sama, harga komoditas membaik dan berimbas positif ke prospek emiten pertambangan.

Sementara itu, melihat fenomena net sell investor asing, Aditya bilang, pemodal domestik saat ini lebih dominan dalam mengerek IHSG. Buktinya, dengan net sell asing, IHSG masih terus menanduk.

Secara sentimen, Aditya mencatat, ada beberapa faktor pendorong optimisme dan kepercayaan pelaku pasar di 2017. Pada Mei lalu, misalnya, lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P) mengerek sovereign credit rating Indonesia menjadi BBB-/A-3 dengan outlook stabil. Dus, negara kita pun mendapatkan predikat investment grade dari S&P.

Data dalam negeri seperti inflasi terjaga di kisaran 3%-4%, suku bunga relatif rendah, dan iklim politik kondusif. Tetapi, Aditya tetap tak menampik ada beberapa sentimen yang memicu kekhawatiran pasar. Sebut saja, pada November 2016, Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.

Sejak menjabat, putusan kontroversial Trump kerap menimbulkan sentimen geopolitik. Setelah gesekan di Semenanjung Korea memanas akibat konflik dengan Korea Utara, belum lama ini Trump mengklaim Jerusalem sebagai Ibukota Israel. Itu memicu aksi protes penduduk dunia.

Prospek tahun 2018

Direktur Utama BEI Tito Sulistio menyatakan, kenaikan IHSG selama 2017 didorong oleh beberapa sentimen yang berkesinambungan. Kunci kenaikan IHSG, menurutnya, datang dari stabilitas perekonomian dan politik.

Peningkatan kepercayaan investor juga ditambah penyematan rating BBB oleh Fitch Ratings pada Desember 2017. BEI pun melakukan berbagai upaya untuk menopang IHSG dan memperbesar kapitalisasi pasar.

Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido Hutabarat memprediksikan, prospek ekonomi Indonesia tahun depan terus membaik. Indikasinya bisa dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, yang salah satunya fokus menggarap sektor infrastruktur publik.

Di dalam negeri, juga ada kondisi yang menguntungkan. Tahun depan, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games. Di tahun yang sama, 171 daerah menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. "Potensi daya beli meningkat. Juga akan ada siaran langsung di media televisi. Jadi, bisnis media dan konsumer berpotensi meningkat," imbuh Kevin.

Tapi, rencana China mengurangi konsumsi batubara tahun 2019 mendatang bisa menghambat kenaikan harga komoditas. "Pertambangan akan netral tahun depan," tutur Kevin.Dari dalam negeri, ada potensi kenaikan suku bunga. Ini dipicu belanja negara yang belum proporsional dengan penerimaan negara. Dalam catatan Kevin, belanja negara berkisar Rp 2.200 triliun, sedangkan penerimaan masih di posisi Rp 1.800 triliun.

Aditya juga memprediksikan, ada potensi kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed) sebanyak 2-3 kali di 2018. Sementara dalam negeri, dia memproyeksikan, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) berpeluang naik 1-2 kali pada tahun depan.

Sementara itu, reformasi pajak AS masih akan terus bergulir. Kevin melihat, hal ini bisa mendorong capital outflow dari BEI. "Jepang juga berencana mengubah suku bunga yang saat ini negatif menjadi plus. Alhasil, ada potensi asing keluar dari emerging market," ungkap Kevin.

Bagi investor, Aditya menyarankan, agar melirik saham sektor industri, khususnya aneka industri dan konsumer, serta perbankan di 2018. Tak jauh beda, Kevin juga menjagokan saham perbankan dan konsumer. Sebagai tambahan, dia merekomendasikan investor untuk memperhatikan saham sektor periklanan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×