Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren positif kembali menyelimuti harga minyak mentah dunia. Merujuk Bloomberg, pada Selasa (26/5) pukul 18.00 WIB harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2020 menguat 2,59% ke US$ 34,11 per barel.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, penguatan minyak WTI sejalan dengan mulai pulihnya permintaan terhadap minyak dunia. Pulihnya permintaan tidak terlepas dari kembali bergeraknya roda ekonomi setelah sejumlah negara melonggarkan kebijakan lockdown.
“Saat ini beberapa industrial produk sudah kembali memulai aktivitasnya, ditambah lagi kendaraan juga sudah mulai beroperasi kembali sehingga permintaan akan minyak mulai meningkat,” kata dia kepada Kontan.co.id, Selasa (26/5).
Baca Juga: Produksi minyak mentah dipangkas, harga Brent naik 2,1% dan WTI terbang 3,6%
Selain mulai membaiknya permintaan, analis Monex Investindo Futures Faisyal bilang, faktor lain yang mengerek harga minyak WTI adalah efektifnya pengurangan produksi minyak harian yang dilakukan Rusia. Asal tahu saja, pengurangan minyak Rusia sudah sebanyak 8,5 juta barel per hari.
“Pada akhir pekan lalu, Baker Hughes melaporkan penurunan jumlah rig Amerika Serikat (AS) yang mencapai rekor terendah, yakni hanya sebanyak 318 rig aktif. Bahkan ke depan disebutkan jumlahnya bisa jauh lebih rendah,” kata Faisyal.
Ibrahim menambahkan, pemangkasan produksi tidak hanya dilakukan Rusia saja. AS dan Kuwait yang bisanya ogah ikut serta dalam pemangkasan produksi akhirnya ikut serta.
Tetapi penguatan harga minyak terbatas karena konsumsi diprediksi tidak akan setinggi tahun lalu. Asal tahu saja, konsumsi minyak dunia hampir menyentuh 100 juta barel per hari pada tahun lalu.
Baca Juga: Harga minyak melonjak ke level tertinggi sejak Maret karena persedian minyak AS turun
“Pasar saat ini sedang menyaksikan efek dari pemangkasan produksi dan pengurangan pasokan di inventori, sementara ekonomi global juga mulai berada di jalur pemulihan,” ujar Will Sungchil Yun, analis komoditas VI Investment Corp seperti dikutip dari Bloomberg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News