Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Prediksi itu menimbang kecenderungan penurunan inflasi sejak Oktober 2022 dan nilai tukar Rupiah yang terkonsolidasi di bawah Rp 15.750 per dolar AS. "Membuka ruang bagi BI untuk tidak seagresif pertemuan-pertemuan sebelumnya," imbuh Valdy.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro juga menaksir BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps ke level 5,5%. Langkah ini diambil untuk menurunkan inflasi dan menjaga stabilitas nilai rupiah.
Nico memprediksi kenaikan suku bunga BI akan menjadi sentimen positif untuk pasar saham. Lantaran kebijakan ini bisa tetap menjaga spread rate dengan suku bunga The Fed agar aliran dana asing tidak keluar.
Baca Juga: Asing Net Sell Saat IHSG Menguat di Akhir Pekan, Saham-Saham Ini Banyak Dijual
"Pasar sudah mempriced-in sentimen kenaikan suku bunga BI. Kondisi yang terjadi pada beberapa bulan ini, pasar selalu merespons positif kenaikan suku bunga acuan BI," terang Nico.
Arah IHSG Menuju Window Dressing?
Ratih menekankan, langkah BI untuk menjaga iklim investasi yang menarik dan stabilitas rupiah akan menentukan arah IHSG menjelang akhir tahun. Sehingga, ambles IHSG pada awal bulan Desember belum memupuskan peluang terjadinya window dressing.
Kalkulasi Ratih, IHSG saat ini bergerak pada support Rp 6.640 dan resistance di level 7.000. "Diharapkan pada sisa Desember capital outflow di pasar ekuitas menurun, sehingga window dressing masih dapat terwujud," ujar Ratih.
Valdy meneruskan, window dressing masih dimungkinkan terjadi. Mengingat dalam beberapa tahun terakhir, window dressing terindikasi baru terjadi pada pekan terakhir atau dua pekan penutup di bulan Desember.
Baca Juga: IHSG Naik 1,45% dalam Sepekan, Diwarnai Sentimen Eksternal
Sementara itu, level 7.000 masih mungkin ditembus IHSG pada akhir tahun 2022. Terutama jika didorong oleh rebound signifikan saham-saham bluechip seperti perbankan.