Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hari perdagangan di bursa tinggal kurang dari sepekan lagi sebelum masuk periode libur Lebaran 2025. Di pekan terakhir jelang Lebaran, kinerja pasar saham domestik malah mengalami fluktuasi yang luar biasa.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 70,01 poin atau 1,11% ke 6.381,67 pada akhir perdagangan Kamis (20/3). Total volume perdagangan saham di bursa pada hari ini mencapai 16,25 miliar saham dengan total nilai Rp 10,79 triliun.
Meskipun begitu, IHSG tercatat sudah melemah 9,86% sejak awal tahun alias year to date (YTD). Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan sempat melakukan trading halt pada Selasa (18/3) lantaran penurunan IHSG terjadi lebih dari 5%.
Baca Juga: IHSG Melanjutkan Rebound pada Kamis (20/3), Simak Proyeksinya untuk Jumat (21/3)
Aliran dana asing juga masih keluar dari pasar saham sebesar Rp 870,99 miliar di pasar reguler hari ini. Sejak awal tahun, aliran keluar dana asing sudah mencapai Rp 27,55 triliun.
Di tengah fluktuasi pasar saham itu, Bank Indonesia (BI) memutuskan menahan suku bunga di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu (19/3) kemarin. The Fed juga menahan suku bunga acuan di level 4,5% kemarin.
Community & Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas Angga Septianus melihat, kondisi arus dana asing yang masih keluar dari Indonesia dan nilai tukar rupiah yang kembali melemah mendekati Rp 16.500 per dolar Amerika Serikat (AS) masih menjadi sentimen negatif penekan indeks.
Mempertimbangkan hal tersebut, menjelang libur panjang lebaran, sebaiknya investor melakukan aksi ambil untung dan mempersiapkan dana untuk membeli kembali saham jika ada entry point menarik
“Berdasarkan sejarah setelah Lebaran 2021, 2022, dan 2024, IHSG mengalami koreksi pasca libur panjang Lebaran,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/3).
Suku bunga yang ditahan dinilai Anggar menjadi sentimen yang netral, karena deflasi yang terjadi pada Januari dan Februari akibat subsidi listrik yang diberlakukan di dua bulan pertama tahun ini.
Baca Juga: IHSG Menguat 1,11% ke 6.381 pada Kamis (20/3), AMMN, KLBF, SIDO Jadi Top Gainers LQ45
“Sedangkan BI belum bisa menurunkan kembali suku bunga untuk mempertahankan nilai tukar rupiah,” ungkapnya.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menyampaikan, penahanan suku bunga BI sudah sesuai konsensus, sehingga tidak terlalu terpengaruh ke pasar.
“Jadi, sebenarnya market masih belum pulih, saat ini masih bisa dibilang teknikal rebound,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/3).
Untuk lima hari ke depan, ada kecenderungan pasar akan sepi dan ditambah sentimen global maupun domestik yang masih negatif.
“Dikhawatirkan saat libur panjang ada berita atau sentimen kurang baik di market,” ungkapnya.
Ekky menyarankan, untuk jangka pendek emiten yang masih menarik di pekan terakhir Ramadan adalah emiten emas, seperti ANTM.
Baca Juga: Cek Bank Blue Chip LQ45 saat IHSG Naik di Sesi I Kamis (20/3), Ada BBNI, BMRI, & BBRI
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto menyampaikan, pasar sebetulnya berharap BI bisa memangkas suku bunga. Sebab, saat ini yang dibutuhkan adalah optimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang saat ini lagi rendah.
“Mungkin hari ini ada rebound sesaat, tetapi belum bisa mendorong tren kenaikan dalam jangka panjang,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/3).
Rully menuturkan, sangat sulit untuk memprediksi target harga untuk emiten di Bursa saat ini, dengan kondisi pasar yang masih akan tetap penuh ketidakpastian.
“Kemungkinan aksi jual investor asing masih belum berakhir dalam jangka pendek dan menengah,” paparnya.
Di tengah kondisi tersebut, Rully melihat sektor konsumer dan retail masih bisa berkinerja baik dan patut diperhatikan oleh investor.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan melihat, penahanan suku bunga oleh BI dan The Fed menjadi faktor yang cukup menarik bagi pasar saham Indonesia.
Di satu sisi, keputusan ini memberikan kepastian bagi investor bahwa inflasi masih dalam kendali, sehingga volatilitas di pasar keuangan bisa lebih terukur.
Namun, di sisi lain, masih adanya net sell asing menunjukkan bahwa investor global tetap berhati-hati terhadap risiko eksternal, seperti ketidakpastian kebijakan moneter AS ke depan dan perlambatan ekonomi global.
“Sentimen suku bunga ini bisa bersifat netral hingga sedikit positif bagi IHSG, tergantung dari respons investor terhadap faktor makro lainnya,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/3).
Baca Juga: Tak Cukup Prabowo Bertemu Investor dan Buyback, Perlu Upaya Ekstra Mendongkrak IHSG
Menjelang libur Lebaran, investor perlu mempertimbangkan strategi yang lebih taktis. Rebound IHSG hari ini mengindikasikan adanya minat beli yang mulai meningkat. Namun, peluang profit taking juga terbuka, mengingat volatilitas cenderung tinggi menjelang periode libur panjang.
Bagi investor dengan profil risiko tinggi, momentum ini bisa dimanfaatkan untuk trading jangka pendek.
“Sementara bagi investor jangka panjang, perlu selektif dalam memilih saham yang memiliki fundamental kuat dan likuiditas terjaga,” katanya.
Panin Sekuritas pun merekomendasikan beli untuk BMRI dan BBCA dengan target harga masing-masing Rp 5.000 per saham dan Rp 8.000 per saham.
VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi mengatakan, penguatan IHSG masih berpotensi terjadi meski dalam jangka pendek. Ini seiring dengan tekanan aksi jual asing yang masih deras, di mana dalam sepekan terakhir terjadi outflow sebesar Rp 6,95 triliun dan kondisi risiko yang masih tinggi.
Selain dampak ada pelonggaran kebijakan buyback tanpa RUPS yang diizinkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tertahannya suku bunga juga cenderung direspons moderat oleh pasar. “Sehingga, bisa mendorong keberlanjutan penguatan pasar,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/3).
Dengan sentimen yang masih dinamis, khususnya kekhawatiran kebijakan tarif AS baru, ada kecenderungan meningkatnya ketidakpastian. Sehingga, saat ini investor dapat memanfaatkan momentum penguatan jangka pendek.
Kekhawatiran pasar akan kinerja emiten LQ45 juga masih ada, jika terdampak negatif dari sejumlah sentimen. Pertama, risiko tinggi dari peningkatan credit default swap (CDS), depresiasi nilai tukar rupiah, dan spread yield yang tinggi terhadap obligasi AS (UST) tenor 10 tahun.
Kedua, suku bunga yang masih tinggi, setidaknya hingga kuartal II 2025. Ketiga, daya beli masyarakat yang masih tertekan, bahkan tercatat terjadi deflasi sebesar 0,09% year on year di bulan Februari 2025.
Meski demikian, jika ekonomi makro dalam negeri mulai stabil, tensi kekhawatiran akan kebijakan tarif AS sudah mulai mereda, serta pemangkasan suku bunga sudah mulai terjadi, maka peluang penguatan IHSG dapat terjadi. “Saham kategori cyclical akan menjadi pendorong,” paparnya.
Audi pun merekomendasikan beli untuk BBCA, TLKM, BMRI, dan ICBP dengan target harga masing-masing-masing Rp 9.250 per saham, Rp 2.830 per saham, Rp 5.450 per saham, dan Rp 14.900 per saham.
Selanjutnya: Dampak Restrukturisasi BUKA Baru Akan Tecermin di Kinerja Kuartal I
Menarik Dibaca: 25 Ucapan World Down Syndrome Day 2025 Penuh Semangat dan Dukungan Positif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News