Reporter: Dupla Kartini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Indeks dolar bergerak naik sejak awal pekan. Kemarin, indeks mata uang AS ini bertengger di 82,62 hingga pukul 18.45 WIB, atau naik 2,4% dari posisi awal minggu (9/8) di 80,71. Sebelumnya, dolar jatuh seiring rebound pasar saham karena musim laporan keuangan mengangkat sentimen pasar.
Analis Indosukses Futures, Herry Setyawan menilai, pergerakan dolar AS sangat dipengaruhi pasar saham. Ketika pasar optimis terhadap pertumbuhan, investor berani masuk ke aset beresiko. Misalnya saja euro dan poundsterling. Itu yang kemudian membuat aset-aset berisiko itu mengalami rebound.
Namun, pekan ini, data ekonomi AS yang buruk dan pernyataan Federal Reserves terkait perlambatan pemulihan ekonomi ditanggapi pesimis oleh pasar. Akibatnya, saham dan mata uang beresiko dilepas dan menyebabkan dolar menguat.
Ekonom Danamon, Anton Hendranata menyebut lemahnya indikator ekonomi AS meningkatkan persepsi risiko gagal bayar obligasi pemerintah AS. Akibatnya, dolar mengalami tekanan terhadap mata uang dunia juga Asia, sejak Juli hingga pekan pertama Agustus. Dolar terdepresiasi signifikan 8,4%.
Di akhir pekan ini, Herry melihat peluang pelemahan dolar seiring dengan perkiraan rebound pada bursa saham yang sudah jatuh cukup dalam. Akan tetapi, pekan berikutnya, jika sentimen pasar masih negatif, maka dolar bisa kembali menguat. Herry memprediksi, indeks dolar bergerak naik di 80-85.
Anton menilai secara teknikal, pekan depan, indeks dolar ada kemungkinan menguat karena sudah cukup lama mengalami pelemahan. Selain itu, jika sentimen di pasar masih negatif, maka untuk sementara, kecenderungan orang akan memegang aset beresiko rendah, seperti dolar.
Ekonom Standard Chartered, Erick Alexander menyebut kekhawatiran meningkatnya risk aversion yang bisa menyebabkan orang memegang dolar. Kendati begitu, kondisinya tidak bersifat masif. "Hal itu bisa saja terjadi, tapi hanya bersifat sementara, karena masih ada harapan pertumbuhan ekonomi AS," ujarnya.
Jangka menengah, Anton memprediksi dolar akan tertekan lagi karena pemulihan ekonomi AS akan melambat. Pelaku pasar akan melirik emerging market sebagai kawasan yang menarik untuk mencari provit, apalagi dengan tawaran yield yang tinggi.
Senada, Erick menyebut jangka menengah dolar kemungkinan akan melemah karena pasar mengalihkan investasi ke emerging market. Tapi euro pun akan melemah, karena kasus Eropa yang masih rentan menyebabkan orang fokus ke emerging market. "Suku bunga di Asia relatif lebih tinggi dibanding Eropa maupun AS, sehingga akan atraktif untuk melakukan investasi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News