Sumber: KONTAN MINGGUAN 42 XVI 2012, Laporan Utama5 | Editor: Imanuel Alexander
Dunia memang lebih dulu mengenal Mark Zuckerberg, sebagai triliuner baru yang sukses berkat situs jejaring sosial Facebook. Bermula dari kamar asramanya, jebolan mahasiswa UniversitasHarvard di Amerika Serikat (AS) ini membangun situs pertemanan dan membesarkan bisnisnya bermodalkan dana angel investor dan modal ventura.
Tahun ini, Zuckerberg berhasil mengantongi duit miliaran dollar Amerika Serikat (AS) setelah menjual sebagian saham Facebook ke publik. Meski dalam skala lebih kecil,
jalan kesuksesan Zuckerberg ptersebut sedang ditapaki oleh Andy Sjarif. Pendiri sekaligus Chief Executive Offi cer Sistem Iklan Teknologi Teks Indonesia (SITTI) ini sedang dalam masa penantian. Apa pasalnya? Belum lama ini, dia mengaku dapat tawaran kerjasama pendanaan dari satu perusahaan modal ventura di AS.
Andy tidak bersedia menyebutkan identitas calon investor baru perusahaan jaringan pemasang iklan kontekstual online terbesar di Indonesia tersebut, termasuk nilai penawarannya.
Yang jelas, berdasarkan data Angel Resources Institute yang disampaikan dalam seminar bertajuk Angel Investment di Jakarta, Kamis pekan lalu, modal ventura hanya mau
berinvestasi di perusahaan bernilai di atas US$ 100 juta dan pendapatan dalam lima tahun minimal US$ 30 juta.
Nah, Andy tengah menanti proposal yang bakal disodorkan modal ventura asing itu. Maklum, dia ingin mempelajari dulu skema kerjasama pendanaannya. “Apakah syarat yang diajukan bisa sesuai dengan para angel investor kami,” katanya kepada KONTAN. Memang, bagaimana pun dia tidak bisa melupakan peran para investor malaikat tersebut dalam membangun dan membesarkan SITTI hingga saat ini.
Sejak merintis bisnis jaringan pemasang iklan kontekstual online bertajuk SITTI 359º pada tahun 2009, Andy sudah disokong oleh empat angel investor. Istilah “investor malaikat” mengacu pada investor individual yang menanamkan uangnya sendiri ke suatu perusahaan yang baru berkembang. Lantaran tergolong start up atau usaha pemula di bidang teknologi informasi dan Internet, Andy sulit mengharapkan pendanaan dari perbankan.
Selain belum layak dibiayai bank (bankable), SITTI tidak memiliki aset tetap yang dapat dijadikan agunan pinjaman. Karena itulah, Andy berpaling ke para investor malaikat. “Tapi ini bukan perkara mudah. Lebih banyak investor yang menolak proposal bisnis kami,” katanya. Untung masih ada investor yang mau mendanai SITTI. Bahkan,
dalam perjanjiannya, investor memberikan ruang gerak cukup luas bagi Andy dan timnya untuk mengembangkan usaha tersebut. Investor hanya menempatkan satu orang perwakilannya di jajaran direksi.
Tak butuh waktu lama bagi SITTI untuk berkembang besar. Jika Anda tahu Google AdSense dan bagaimana cara kerjanya, SITTI adalah duplikatnya di Tanah Air. Jaringannya mencakup ribuan situs dan blog berbahasa Indonesia. Sementara tampilan iklannya sudah dilihat sekitar 770 juta views. Bahkan, SITTI mengklaim lebih sakti dibandingkan Google AdSense. Mereka menerbitkan data-data statistik yang menunjukkan iklan yang dipajang SITTI lebih efektif dan banyak diklik oleh pengguna internet dibandingkan Google AdSense.
Alhasil, ibarat gadis nan cantik, SITTI makin dikerubuti para angel investor. Kini, menurut Andy, ada 13 investor malaikat dari kalangan ekonomi atas. “Rata-rata tiap investor berkontribusi lebih dari Rp 100 juta,” imbuh dia. Setelah berkembang pesat, kini SITTI memasuki fase pengembangan yang lebih luas. Otomatis, membutuhkan pendanaan lebih besar lagi. Di saat inilah muncul tawaran dari pemodal ventura asing.
Berpaling dari bank Jika SITTI bersiap naik kelas dari angel investor ke venture capital, Mirna Octaviani pemilik Kampung Kerudung baru merajut kerjasama pendanaan
dengan investor malaikat. Kampung Kerudung mengelola situs e-commerce jual beli kerudung. Sebelum bertemu dengan para malaikat, Mirna mengandalkan kredit tanpa agunan
(KTA) untuk modal awal bisnis jual-beli kerudung. “Mau top up menjadi Rp 40 juta tidak disetujui,” katanya. Padahal, dia sudah dua kali mendapatkan kredit itu dan pembayaran cicilannya lancar.
Sementara dengan angel investor, Mirna mudah mendapatkan dana langsung sebesar Rp 25 juta tanpa perlu jaminan. Imbalannya, dia menyerahkan sebagian sahamnya. Berkat
dana segar dari angel investor, omzet Kampung Kerudung yang sebelumnya hanya Rp 35 juta–Rp 40 juta kini bertambah jadi sekitar Rp 50 juta per bulan.
Nancy Margried, CEO Piksel Indonesia, juga melirik suntikan modal angel investor. Dia kesulitan mencari dana berekspansi lantaran perbankan sering menolak proposal dengan dalih tidak memiliki agunan. “Kami hanya punya hak paten,” kata alumnus Universitas Padjadjaran ini. Hak paten adalah peranti lunak (software) pembuatan
motif batik. Oh, iya, Piksel menjual software desain batik dan beragam aksesori batik.
Nancy mengeluh, kebanyakan calon investor yang didatangi tidak memahami bisnis industri kreatif tersebut. Investor lebih suka berinvestasi di bisnis yang sudah banyak contoh suksesnya, seperti pertambangan batubara dan kebun sawit. Belakangan, Nancy melirik investor malaikat untuk mendukung usaha yang baru empat tahun berdiri itu. Targetnya adalah MEKAR, unit dari Putera Sampoerna Foundation yang menampung para angel investor dan entrepreneur.
Nancy mengikuti kompetisi business plan dan proses pitching yang diadakan MEKAR. Sementara untuk modal awal dan modal kerja bersumber dari kantongnya sendiri dan dana
hibah. Kini, dengan bisnis yang sudah mencatatkan peningkatan pendapatan dari US$ 50.000 menjadi US$ 70.000 dalam dua tahun, Nancy lebih percaya diri menjemput para investor malaikat. “Sekarang saya masih bernegosiasi dengan seorang angel,” imbuhnya.
Merebut hati angel
Lazimnya, usaha yang baru berdiri memang hanya mengandalkan modal awal dari kocek sendiri atau pinjaman lunak dari kerabat atau pihak keluarga. Ketika usaha itu ingin
berkembang, tentu perlu injeksi modal lebih besar. Inilah saat bagi para wirausaha mencari dana dari pihak ketiga, seperti koperasi, modal ventura, hingga perbankan.
Sebelum memenuhi skala bankable, pewirausaha akan melirik angel investor (lihat infografis). Tidak sekadar dana, “Saya mencari angel investor karena mencari mentor untuk bisnis saya,” kata Nancy.
Investor malaikat itu juga harus memiliki visi dan misi yang sama dengan bisnis yang dijalankan. “Chemistry sangat penting dan juga kepercayaan dari investor,” katanya. Chemistry itu adalah hal-hal yang dapat diperoleh angel selain keuntungan, misalnya misi sosial
lewat investasi tersebut.
Sebelum merajut hubungan dengan para malaikat, ada tiga kesulitan yang dihadapi Nancy. Pertama, pewirausaha sulit mengetahui siapa saja para malaikat yang kelebihan dana. Kedua, pewirausaha tidak tahu cara membuat rencana bisnis dan mempresentasikan ke calon investor. Ketiga, jumlah angel investor masih minim dan tidak terlalu melek berinvestasi di perusahaan baru.
Selanjutnya, saat pitching atau sesi networking, pewirausaha harus mempresentasikan bisnisnya: jenis usaha, produk, strategi, pencapaian, hingga proyeksi keuangannya ke depan, di hadapan para angel investor. Keahlian berbicara di depan publik sangat perlu. “Pertanyaan angel kadang bikin mati kutu,” kata Nancy.
Menurut Natali Ardianto, seorang pendiri komunitas start up lokal, pertanyaan tersebut tidak sekadar mengenai proyeksi keuntungan, tapi juga rencana bisnis yang lebih detail. Antara lain, strategi pemasaran yang akan dijalankan, ukuran pasarnya, dan strategi bersaing dengan para kompetitor.
Agar memudahkan, biasanya start up atau wirausaha pemula bergabung dalam inkubator bisnis. Sehingga, mereka dapat menyusun rencana bisnis dan membuat presentasi yang menyakinkan ke calon investor.
Setelah proses pitching, jika ada angel yang tertarik maka berlanjut ke tahap due diligence dan pendalaman bisnis diantara kedua pihak. Termasuk membicarakan perjanjian bisnis. Prosesnya rata-rata memakan waktu seminggu hingga satu bulan. Jika mulus, si pewirausaha bakal mendapatkan kucuran suntikan dana.
Biasanya, saat masa inkubasi di awal pendirian yaitu sekitar tiga tahun, angel investor harus siap merugi. Tapi setelah usaha itu menorehkan pertumbuhan laba yang signifikan, pasti banyak yang mengantre ingin menjadi investor. Bahkan, para investor itu menambah suntikan modalnya agar memperoleh porsi saham lebih banyak.
Mengantisipasi hal tersebut, Nancy sudah punya strategi. Dia tidak membuka pintu ke angel investor ketika perusahaannya masih berumur kurang dari tiga tahun. “Ibarat bayi, kami ingin memeliharanya sampai benar-benar siap,” katanya. Dia khawatir, penyertaan saham yang membuka peluang masuknya pihak luar di manajemen akan membuat perusahaan goyang.
Sementara Andy menilai kehadiran pemodal yang lebih besar, seperti venture capital, bakal mengganggu nasib 13 angel investor SITTI. “Tantangan bagi saya sebagai owner adalah mencari jalan tengah atas kehadiran venture capital. Kalau tidak cocok, bisa saya tolak,” ungkapnya.
Yang jelas, dia sedang merajut jalan menjadi Mark Zuckerberg versi Indonesia berkat uluran tangan para malaikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News