Sumber: KONTAN MINGGUAN 42 XVI 2012, Laporan Utama1 | Editor: Imanuel Alexander
Pembiayaan oleh angel investor kian berkembang di Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Sasaran pendanaan mereka para pebisnis pemula yang ingin berkembang dan menggeluti bermacam bidangbisnis. Belum tampak peran pemerintah.
Sebuah demonstrasi digelar selepas Magrib, Rabu pekan lalu (11/7), di @america, Pacific Place Mall, Jakarta. Puluhan orang dari berbagai kalangan yaitu pengusaha, wirausahawan, pelajar, dan beberapa orang asing menyesaki ruangan pusat kebudayaan Amerika Serikat (AS) tersebut.
Tapi, tidak ada orasi atau teriakan para pengunjuk rasa, seperti lazimnya aksi demonstrasi jalanan, selama acara berlangsung. Maklum, acara yang diprakarsai Global Entrepeneurship Program Indonesia (GEPI) itu adalah bukan unjuk rasa, melainkan demonstrasi pitching alias presentasi calon pewirausaha di hadapan para investor yang menamakan dirinya angel investor.
Ada tiga pewirausaha yang didapuk mempresentasikan proposal bisnisnya, antara lain Nadya Saib selaku Co-Founder Wangsa Jelita dan Nancy Margried yang merupakan pendiri Piksel Indonesia. Selepas presentasi “boong-boongan” itu, dua orang angel investor yaitu John A. May dan Michael Cain dari New Vantage Group (asosiasi angel investor di AS) dan Jaka Singgih selaku pendiri GEPI, memberikan berbagai masukan terkait kekurangan presentasi tersebut.
Sesi demonstrasi itu menjadi ajang “pemanasan” sebelum acara puncak yang digelar keesokan harinya (12/7), berupa seminar The Power of Angel Investing yang diprakarsai oleh GEPI dan Angel Resource Institute dari AS. Selain perwakilan New Vantage, seminar itu menampilkan Ciputra selaku Honorary Chairman of GEPI dan Martin Hartono yang merupakan CEO GDP Venture sekaligus Direktur PT Djarum.
Boleh dibilang, ini kali pertama seminar resmi yang mengangkat tema angel investor diselenggarakan di Indonesia. Tak heran, istilah itu masih asing di telinga mayoritas masyarakat. Padahal, di luar negeri, khususnya di AS, investor malaikat ini bukan barang baru lagi. Pamor mereka semakin mencorong setelah krisis ekonomi menghantam medio 2008.
Ketika institusi keuangan formal tiarap, orang-orang berkantong tebal, baik individu maupun berkelompok, menyodorkan bantuan modal buat para wirausahawan pemula (start up) yang tak mungkin berutang ke bank, tapi memiliki prospek bisnis yang cerah. Para pemodal itulah yang berjuluk angel investor.
Dalam kurun tiga tahun terakhir, perkembangan model permodalan malaikat ini berkembang pesat. Pusat Penelitian Venture di University of New Hampshire mencatat, total nilai investasi para malaikat ini tahun 2011 mencapai US$ 22,5 miliar atau meningkat 12,1% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari total investasi itu, sekitar 23% ditujukan kepada usaha yang bergerak di bidang software. Lalu, usaha layanan kesehatan dan alat kesehatan sebesar 19%, energi 13%, bioteknologi 13%, teknologi informasi 7% dan media massa 5%.
Yang menarik, setiap tahun jumlah angel investor terus bertambah. Tahun 2011, ada 318.480 investor berhati malaikat atau berbiak 20% dalam kurun setahun. John A. May
mengatakan, maraknya angel investor karena wirausahawan pemula sulit mendapatkan pendanaan dari lembaga keuangan resmi karena skala usahanya masih kecil. “Sementara modal ventura menilai dana itu terlalu sedikit,” ujarnya.
Menyorot Indonesia
Menurut John, praktik angel investor kini meluas ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Apalagi, usaha skala menengah-kecil di negara ini belum banyak digarap. Sementara Indonesia sudah mengantongi status layak investasi sejak awal tahun ini, sehingga para investor tak ragu lagi membiakkan duit.
Di Indonesia, menurut Program Manajer GEPI Fajar Anugerah, sudah ada GEPI yang menjadi wadah menjaring para angel investor lokal. Mereka saling bertukar informasi tentang calon wirausahawan yang layak dibiayai. Bahkan, sejak tahun ini sudah berdiri Angel Investors Network (ANGIN) Indonesia. “Potensi di Indonesia besar, hanya belum didukung oleh sistem,” katanya.
Menurut Andy Laver, CEO Mekar Entrepreneur Network, organisasi di bawah Putera Sampoerna Foundation, jumlah wirausahawan di Indonesia cukup besar sehingga butuh pembiayaan besar pula. Jika ingin bisnis naik ke level lebih tinggi, kerjasama sangat dibutuhkan. Misalnya, usaha kecil di bidang komponen digital perlu bekerjasama agar industrinya berkembang pesat.
Tak semata mengharap investor malaikat asing, Andy menakar sekitar 30% orang Indonesia yang masuk usia pensiun berpotensi menjadi angel investor. “Sekitar 6% dari total orang kaya di Indonesia juga bisa jadi angel,” katanya. Jelas para malaikat tersebut bisa menjadi solusi atas beragam kebutuhan modal.
Di sisi lain, jumlah pelaku usaha kecil-menengah di negeri ini masih sangat mini, hanya 0,18% dari total populasi penduduk. Bandingkan dengan jumlah UKM di negara maju yang mencapai 2% dari populasi.
Semoga tak ada rentenir ikut memakai sayap malaikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News