Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menggelar pembelian kembali saham (buyback) senilai maksimum Rp 2,49 triliun dinilai sebagai strategi positif untuk menjaga stabilitas harga saham di tengah volatilitas pasar.
Aksi korporasi ini juga menjadi sinyal kuat atas keyakinan manajemen terhadap fundamental dan prospek jangka panjang perusahaan.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang, menilai buyback merupakan langkah defensif yang menunjukkan keyakinan manajemen bahwa valuasi saham ITMG saat ini masih berada di bawah nilai wajarnya.
Baca Juga: Harga Logam Industri Kompak Melemah, Tembaga dan Aluminium Masih Dukung Tren Positif
“Harga saham ITMG sempat terkoreksi cukup signifikan dari level tertingginya tahun ini di Rp 24.300. Dengan posisi kas yang kuat dan utang yang minim, buyback menjadi momentum yang tepat karena tidak akan mengganggu arus kas operasional,” jelas Alrich kepada Kontan, Selasa (4/11/2025).
Menurutnya, secara garis besar, aksi buyback saham ITMG bertujuan meningkatkan nilai bagi pemegang saham sekaligus memperkuat persepsi pasar terhadap prospek bisnis jangka panjang perusahaan.
“Manajemen melihat harga saham saat ini belum sepenuhnya mencerminkan fundamental dan potensi bisnis ke depan. Dengan kondisi keuangan yang solid serta strategi operasional yang berkelanjutan, buyback menjadi sinyal kepercayaan diri terhadap kinerja ITMG,” paparnya.
Baca Juga: Saham Bangkit ke Zona Hijau, Intip Prospek TOBA Usai Rilis Kinerja Kuartal III-2025
Alrich menjelaskan, buyback juga diharapkan mampu memberikan tingkat pengembalian yang lebih optimal bagi pemegang saham, baik melalui peningkatan earnings per share (EPS) maupun penguatan kepercayaan investor terhadap stabilitas perusahaan.
Selain itu, buyback berfungsi sebagai instrumen stabilisasi harga saham di tengah tekanan harga komoditas batubara global.
“Dengan dukungan kas internal yang memadai, langkah ini diyakini tidak akan membebani arus kas maupun profitabilitas perusahaan. Ini juga menjadi sinyal positif bahwa ITMG berkomitmen menjaga nilai dan kredibilitasnya di mata investor,” ujarnya.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.708 Per Dolar AS Hari Ini (4/11), Asia Bervariasi
Valuasi Masih Murah, Buyback Jadi Katalis Positif
Alrich menilai aksi buyback ini berpotensi menjadi katalis positif bagi pergerakan saham ITMG dalam jangka pendek hingga menengah, terutama karena valuasinya masih tergolong murah dibandingkan rata-rata industri batubara.
“Berdasarkan riset kami sebelumnya pada 15 Agustus 2025, saat harga saham di Rp 22.250, ITMG diperdagangkan pada P/E ratio 4,58 kali dan P/B ratio 0,83 kali. Angka ini jauh di bawah rata-rata industri batubara yang berada di P/E 12,62 kali dan P/B 1,27 kali. Artinya, saham ITMG masih undervalued,” terangnya.
Meski kinerja keuangan ITMG sempat tertekan pada kuartal II-2025, dengan laba bersih turun 58% quarter on quarter akibat penurunan volume produksi dan harga jual rata-rata, Alrich menilai prospek jangka menengah masih terbuka lebar.
“ITMG mulai melakukan diversifikasi ke sektor mineral strategis seperti nikel melalui akuisisi saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE). Ini bagian dari strategi transisi menuju energi hijau,” katanya.
Baca Juga: Indo Tambangraya (ITMG) Bakal Buyback Saham, Begini Rekomendasi Sahamnya
Fase Moderasi di Kuartal IV dan Prospek 2026
Alrich memproyeksikan kuartal IV-2025 akan menjadi fase moderasi, dengan volume penjualan tetap kuat namun margin dan laba masih terbebani oleh harga batubara yang belum sepenuhnya pulih.
“Target penjualan tahun ini sebesar 26,3–27,4 juta ton masih bisa dicapai. Namun, harga batubara yang melemah berpotensi menekan margin, sehingga kuartal IV lebih ke arah stabilisasi dibanding pertumbuhan signifikan,” jelasnya.
Untuk tahun 2026, kinerja ITMG dinilai akan sangat bergantung pada pergerakan harga batubara global.
Jika harga mampu menembus level US$ 115 per ton, atau setidaknya stabil di kisaran US$ 110 per ton, ITMG berpotensi mencatat pertumbuhan yang solid.
Selain itu, diversifikasi ke sektor mineral strategis dan energi terbarukan akan menjadi katalis tambahan bagi kinerja perusahaan dalam jangka menengah.
Namun, Alrich mengingatkan masih ada sejumlah tantangan yang perlu diwaspadai, seperti tren transisi energi global, tekanan ESG, dan tingginya biaya logistik.
“Tahun 2026 kemungkinan akan menjadi fase stabilisasi bagi ITMG. Bukan lonjakan besar, tapi arah pemulihan dan efisiensi operasional bisa menopang kinerja,” ujarnya.
Baca Juga: Saratoga (SRTG) Rugi Rp 4,3 Triliun per Kuartal III 2025, Ini Rekomendasi Analis
Masih Menarik untuk Investor Dividen
Secara keseluruhan, rencana buyback dan valuasi saham ITMG yang masih tergolong murah menjadikan emiten ini menarik untuk jangka menengah.
“Untuk jangka panjang, ITMG bisa jadi pilihan jika strategi diversifikasi ke mineral dan energi hijau berjalan sukses. Namun bagi investor dengan orientasi pertumbuhan agresif di sektor energi bersih, ITMG mungkin bukan top pick,” katanya.
Bagi investor berorientasi pendapatan (income oriented), Alrich menilai ITMG masih layak dipertimbangkan.
“Dengan dividend yield di atas 12% dan fundamental yang kuat, ITMG masih menawarkan kombinasi antara stabilitas dan potensi imbal hasil menarik,” tutupnya.
Selanjutnya: IHSG Melemah 0,40% ke 8.241 pada Selasa (4/11/2025), ANTM, BRPT, NCKL Top Losers LQ45
Menarik Dibaca: Strategi Investasi Deposito Minim Risiko di myBCA untuk Pemula
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













