Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Yudho Winarto
Valuasi Masih Murah, Buyback Jadi Katalis Positif
Alrich menilai aksi buyback ini berpotensi menjadi katalis positif bagi pergerakan saham ITMG dalam jangka pendek hingga menengah, terutama karena valuasinya masih tergolong murah dibandingkan rata-rata industri batubara.
“Berdasarkan riset kami sebelumnya pada 15 Agustus 2025, saat harga saham di Rp 22.250, ITMG diperdagangkan pada P/E ratio 4,58 kali dan P/B ratio 0,83 kali. Angka ini jauh di bawah rata-rata industri batubara yang berada di P/E 12,62 kali dan P/B 1,27 kali. Artinya, saham ITMG masih undervalued,” terangnya.
Meski kinerja keuangan ITMG sempat tertekan pada kuartal II-2025, dengan laba bersih turun 58% quarter on quarter akibat penurunan volume produksi dan harga jual rata-rata, Alrich menilai prospek jangka menengah masih terbuka lebar.
“ITMG mulai melakukan diversifikasi ke sektor mineral strategis seperti nikel melalui akuisisi saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE). Ini bagian dari strategi transisi menuju energi hijau,” katanya.
Baca Juga: Indo Tambangraya (ITMG) Bakal Buyback Saham, Begini Rekomendasi Sahamnya
Fase Moderasi di Kuartal IV dan Prospek 2026
Alrich memproyeksikan kuartal IV-2025 akan menjadi fase moderasi, dengan volume penjualan tetap kuat namun margin dan laba masih terbebani oleh harga batubara yang belum sepenuhnya pulih.
“Target penjualan tahun ini sebesar 26,3–27,4 juta ton masih bisa dicapai. Namun, harga batubara yang melemah berpotensi menekan margin, sehingga kuartal IV lebih ke arah stabilisasi dibanding pertumbuhan signifikan,” jelasnya.
Untuk tahun 2026, kinerja ITMG dinilai akan sangat bergantung pada pergerakan harga batubara global.
Jika harga mampu menembus level US$ 115 per ton, atau setidaknya stabil di kisaran US$ 110 per ton, ITMG berpotensi mencatat pertumbuhan yang solid.
Selain itu, diversifikasi ke sektor mineral strategis dan energi terbarukan akan menjadi katalis tambahan bagi kinerja perusahaan dalam jangka menengah.
Namun, Alrich mengingatkan masih ada sejumlah tantangan yang perlu diwaspadai, seperti tren transisi energi global, tekanan ESG, dan tingginya biaya logistik.
“Tahun 2026 kemungkinan akan menjadi fase stabilisasi bagi ITMG. Bukan lonjakan besar, tapi arah pemulihan dan efisiensi operasional bisa menopang kinerja,” ujarnya.
Baca Juga: Saratoga (SRTG) Rugi Rp 4,3 Triliun per Kuartal III 2025, Ini Rekomendasi Analis
Masih Menarik untuk Investor Dividen
Secara keseluruhan, rencana buyback dan valuasi saham ITMG yang masih tergolong murah menjadikan emiten ini menarik untuk jangka menengah.
“Untuk jangka panjang, ITMG bisa jadi pilihan jika strategi diversifikasi ke mineral dan energi hijau berjalan sukses. Namun bagi investor dengan orientasi pertumbuhan agresif di sektor energi bersih, ITMG mungkin bukan top pick,” katanya.
Bagi investor berorientasi pendapatan (income oriented), Alrich menilai ITMG masih layak dipertimbangkan.
“Dengan dividend yield di atas 12% dan fundamental yang kuat, ITMG masih menawarkan kombinasi antara stabilitas dan potensi imbal hasil menarik,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













