Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Laju harga nikel tersendat. Belum adanya kemajuan pada perekonomian China menghambat pemulihan harga logam industri.
Mengutip Bloomberg, Rabu (14/10) pukul 14.54 WIB, harga nikel pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun 0,90% jadi US$ 10.380 per metrik ton. Koreksi harga sudah terjadi dua hari terakhir. Padahal, sebelumnya, lima hari berturut-turut harga nikel berhasil reli 6,93%.
Analis pasar komoditas Ibrahim menilai, harga logam industri berguguran setelah data China mengecewakan. Inflasi September hanya 1,6% year on year (yoy), melambat dibandingkan Agustus yang tumbuh 2,0% yoy.
Lalu, tingkat impor bulan September 2015 turun tajam 17,7% dari bulan sebelumnya. Ini level terendah sepanjang enam tahun terakhir. Kedua data itu menegaskan ekonomi Negeri Panda belum ada perbaikan. "Jika impor nikel China ikutan lesu, pasokan di pasar global bakal menumpuk, sehingga negatif bagi harga nikel," kata Ibrahim.
Sentimen negatif ini mengalahkan faktor yang sebelumnya mendongkrak harga nikel. Pekan lalu, nikel menguat seiring pelemahan dollar AS. Otot dollar mengendur lantaran pasar pesimistis suku bunga The Fed naik tahun ini. Meski demikian, Ibrahim melihat masih ada peluang nikel rebound di jangka menengah.
Dengan catatan, tidak ada kenaikan suku bunga The Fed. Apalagi, jika Tiongkok terus menambah stimulus untuk mendongkrak perekonomian. Jika itu terjadi, akhir tahun ini, nikel bisa ke US$ 14.000 per metrik ton. Tapi, di jangka pendek, sentimen data inflasi dan impor China akan mendominasi pasar.
Jadi Ibrahim menduga, hingga akhir pekan ini, nikel masih rawan tertekan di rentang US$ 10.300-US$ 10.550 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News