Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun hingga saat ini, Bursa Efek Indonesia telah kedatangan 35 emiten anyar. Yang terbaru, PT Sumber Global Energy Tbk (SGER) mencatatkan sahamnya pada Senin (10/8) dengan dana segar yang diraup dari hasil penawaran umum perdana sebesar Rp 54 miliar.
Bila dicermati, mayoritas dari emiten pendatang baru memiliki nilai emisi yang kecil, masih di bawah Rp 1 triliun. Kontan.co.id mencatat, emiten dengan emisi terbesar pada semester I-2020 yaitu PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE) dengan nilai emisi mencapai Rp 1,03 triliun.
Baca Juga: Ini dua calon emiten yang akan IPO pada Agustus, siapa saja?
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dilansir dari rilis resmi HUT ke-43 Pasar Modal (10/8) menyebut, sejak awal tahun sampai dengan 7 Agustus 2020, total nilai emisi yang terkumpul hanya mencapai Rp 3,3 triliun dari 29 emiten yang memperoleh pernyataan efektif. Hal ini bahkan lebih kecil jika dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2019, yakni sebesar Rp8,5 triliun yang terkumpul dari 29 emiten.
Meski demikian, Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menilai, hajatan initial public offering (IPO) yang masih didominasi oleh emiten beremisi di bawah 1 triliun, tidak terlalu menjadi persoalan dalam kondisi saat ini. Hal ini karena persiapan perusahaan besar untuk menggelar aksi penawaran umum perdana saham tidak sesederhana perusahaan yang relatif lebih kecil.
“Selain itu, perusahaan yang besar lebih punya banyak alternatif pembiayaan dan berbagai strategi pengembangan usaha,” tutur Aria saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (17/8).
Aria menekankan, yang perlu diperhatikan dengan saksama oleh para investor adalah bagaimana kualitas perusahaan yang melakukan IPO.
Sementara itu, Vice President Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih menilai pada saat ini perusahaan dengan aset besar masih dikuasai oleh sekelompok pemegang saham yang belum ingin menjadikan perusahaannya menjadi terbuka (go public).
“Di sisi lain, dengan tren suku bunga yang semakin rendah, perusahaan mungkin lebih memilih menerbitkan obligasi daripada melakukan IPO saham,” ujar Alfatih kepada Kontan.co.id, Minggu (16/8).
Baca Juga: Tawarkan harga IPO Rp 250, Pinago Utama (PNGO) akan meraup dana Rp 39 miliar
Dalam konteks menilai perusahaan yang baru dan akan melakukan IPO, Aria menekankan perlunya mencermati prospektus masing-masing emiten. Jika masih ada keraguan untuk membeli saham di periode IPO, investor bisa melihat minimal dua kuartal ke depan untuk menguji kinerja emiten tersebut pasca listing.
Dengan demikian, investor juga mendapatkan risiko investasi secara lebih terukur serta mendapatkan harga yang lebih sesuai dengan apresiasi pasar terhadap perusahaan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News