Reporter: Petrus Sian Edvansa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bagi sebagian investor, mengoleksi surat utang negara (SUN) menjadi salah satu pilihan yang aman, apalagi instrumen ini mampu memberikan return menarik. Tak heran, banyak investor yang memilih menaruh dana di instrumen ini.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat, per 30 Desember 2016, kepemilikan investor ritel di SUN mencapai Rp 57,76 triliun. Angka ini naik 36% dibandingkan posisi awal 2016.
Beben Feri Wibowo, Senior Research Analyst Pasar Dana, menilai, kondisi ekonomi dalam negeri yang membaik turut mendorong pasar SUN. Apalagi ketika ekonomi global dilingkupi ketidakpastian, terutama menjelang kenaikan bunga The Fed tahun lalu.
Ia mencontohkan, pemangkasan bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate beberapa kali tahun lalu adalah cermin ekonomi domestik membaik. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri pun bertahan di level 5%.
Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management, menilai, kenaikan porsi investor ritel di SUN juga disebabkan penerbitan ORI 013. Selain itu, imbal hasil SBN tahun lalu cukup tinggi.
"Investor ritel sangat mementingkan imbal hasil. Jika imbal hasil tinggi, investor yang masuk pasti ramai," kata dia.
Beben juga melihat ketika ekonomi membaik, investor memburu SUN, mengingat risiko di instrumen ini relatif rendah. "Dengan kupon yang cukup besar di antara 6%–8%, investor makin tertarik masuk SUN, terutama investor yang memiliki profil risiko moderat," kata dia.
Tahun ini, ada sejumlah tantangan, di antaranya kenaikan bunga The Fed. Selain itu, kenaikan harga minyak juga bisa menekan pasar SUN. "Jika harga minyak naik, rupiah bisa melemah," kata Anil.
Dia memprediksi yield SUN tenor 10 tahun di 7,5%–7,75% akhir 2017. Adapun Beben menghitung, yield SUN tenor 10 tahun berkisar 7,4%–8,6%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News