Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
3. Pilih instrumen investasi yang sesuai
Reksadana saham dan saham merupakan instrumen investasi dengan risiko yang tinggi sehingga sebaiknya dipegang dalam jangka panjang. Lihat saja IHSG yang naik 1,52% sejak awal tahun, mencatat penurunan 6,48% dalam tiga tahun terakhir. Tapi, IHSG menguat 32,38% dalam lima tahun terakhir.
Ari tertarik membeli SBN ritel karena dapat memudahkan dia untuk mengelola dana investasi secara lump sum atawa menyetor sejumlah dana besar di awal investasi. Biasanya Ari selalu memegang SBN hingga jatuh tempo dan tidak dia jual belikan (trading).
SBN ritel merupakan instrumen dengan risiko rendah karena diterbitkan oleh pemerintah. Reksadana pasar uang juga termasuk instrumen investasi dengan risiko rendah. Reksadana ini memiliki dana yang ditempatkan di deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), atau Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang merupakan SBN jangka waktu kurang dari satu tahun.
Sementara contoh instrumen investasi dengan risiko moderat adalah surat utang (obligasi dan sukuk), serta reksadana dengan aset surat utang yakni reksadana pendapatan tetap. Tentu saja investor harus memperhatikan rating surat utang ini.
Baca Juga: Hai milenial, ingin sukses berinvestasi? Simak tipsnya
4. Evaluasi
Setelah mengenali profil risiko dan mengetahui tujuan investasi, Ari mengatakan investor juga penting melakukan evaluasi. "Pedoman investasi saya adalah read, learning, dan evaluate," kata Ari.
Setiap memutuskan untuk membeli instrumen investasi, Ari mengatakan investor harus baca dan gali informasi mengenai aset tersebut. Evaluasi penting dilakukan untuk menyesuaikan kembali dengan kebutuhan likuiditas.
Penting juga investor jeli dalam mendapat nasihat investasi. "Jangan sampai investor mendapat arahan investasi yang tidak tepat, oleh karena itu evaluasi penting dilakukan," kata Ari.
Baca Juga: Susah mengatur keuangan dengan baik? Warren Buffett punya tips yang ampuh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News