Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) berbalik menguat terhadap Rupiah di sepanjang Februari 2023. Ini artinya investor yang memegang valuta asing (valas) dolar AS sukses mendapatkan keuntungan dari perkasanya the greenback.
Selama Februari 2023, USD/IDR berhasil tumbuh 1,80% menuju level Rp 15.260 per dolar AS di akhir perdagangan Selasa (28/2). Sebelumnya, dolar AS terkoreksi sebesar 3,74% selama Januari 2023.
Chief Analist DCFX Futures Lukman Leong mengatakan bahwa dolar AS sukses menguat dalam sebulan terakhir karena didukung oleh serangkaian data ekonomi Amerika Serikat yang lebih kuat dari perkiraan, seperti data Non farm Payroll (NFP), Consumer Price Index (CPI) dan Producer Price Index (PPI).
Hal ini memicu ekspektasi akan kenaikan suku bunga The Fed yang lebih tinggi, dan akan bertahan lebih lama.
Misalnya, data NFP Amerika Serikat telah melonjak menjadi 517.000 pada Januari 2023, dari sebelumnya sebesar 260.000 pada Desember 2022. Sementara, tingkat pengangguran AS periode Januari 2023 sukses mengalami penurunan yakni menjadi 3,4%, dari sebelumnya sebesar 3,5% pada Desember 2022.
Baca Juga: Mantap, Rupiah Spot Ditutup Menguat ke Rp 15.235 Per Dolar AS Pada Hari Ini (1/3)
“Dalam sebulan, ekspektasi suku bunga terminal The Fed naik dari 5% - 5.1% menjadi 5.4% - 5.5%,” imbuh Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (1/3).
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana sepakat bahwa depresiasi rupiah terhadap dolar AS karena didorong oleh ekspektasi market terhadap Fed Rate yang bakal meninggi. Di samping itu, data ekonomi AS menunjukkan hasil yang lumayan bagus terutama dari consumer spending, lalu data ketenagakerjaan negeri Paman Sam tersebut masih cukup kuat.
“Jadi pasar memandang positif pemulihan ekonomi AS di tengah ekspektasi kenaikan suku bunga tinggi. Inflow saat ini mengarah ke AS,” jelas Fikri saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (1/3).
Lukman berujar, adanya perlambatan ekonomi global dan ancaman resesi akan mendorong dolar AS sebagai tujuan investasi untuk mencari aset lindung nilai (safe haven). Mata uang CHF dari Swiss juga diproyeksikan menguat sebagai tujuan safe haven, walaupun tidak akan setangguh dolar AS.
“Sedangkan, status yen Jepang sebagai safe haven masih diragukan karena Bank of Japan (BoJ) yang diperkirakan akan terus mempertahankan kebijakan ultra longgar dan suku bunga negatif,” kata Lukman.
Sementara Fikri menyoroti mata uang euro karena kemungkinan besar suku bunga masih bakal dikerek naik di tahun ini. Sejumlah negara Eropa seperti Spanyol bahkan sudah kembali menuju zona ekspansif dengan perbaikan sektor manufaktur.
Baca Juga: Loyo, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.250 Per Dolar Pada Rabu (1/3)
Meskipun saat ini masih dipenuhi volatilitas, namun kenaikan suku bunga yang lebih agresif bisa terjadi. Di saat yang bersamaan, The Fed diperkirakan telah usai dengan kenaikan suku bunga pada semester II-2023.
Kendati demikian, Lukman mencermati, pelemahan rupiah terhadap dolar AS selama Februari adalah yang terkecil di antara mata uang utama lainnya. Kurs rupiah didukung oleh data ekonomi yang lebih kuat, seperti Produk Domestik Bruto (PDB), neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan.
“Rupiah adalah outperformer di bulan Februari selain dolar AS dan juga mampu menguat terhadap mata uang lainnya,” sambungnya.
Lukman bilang, rupiah dalam jangka panjang masih akan terus bergantung pada surplus neraca perdagangan. Sebab, cadangan devisa diharapkan bakal terus meningkat seiring revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2019 mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News