Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Investor asing gemar mengoleksi Surat Utang Negara (SUN) bertempo lama. Sebab, mereka optimistis prospek jangka panjang Tanah Air cukup cerah.
Mengacu data SUN dwi mingguan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 6 November 2015 mencatat, dari total kepemilikan asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan sebanyak Rp 533,2 triliun, investor luar negeri memarkirkan dana sekitar 44,44% pada SUN bertenor lebih dari 10 tahun.
Angka tersebut naik dibandingkan posisi akhir tahun 2014 sebesar 42,81% dari kepemilikan asing sekitar Rp 461,35 triliun.
Di saat yang sama, investor asing juga menambah akumulasi pada SUN bertenor lima tahun – 10 tahun dari semula 34% menjadi 40%.
Namun, mereka mengecilkan porsi dana pada SUN bertenor dua tahun hingga lima tahun dari 15% menjadi 11%, SUN tenor satu tahun hingga dua tahun dari semula 4% menjadi 2%, serta SUN tenor kurang dari satu tahun dari semula 5% menjadi 4%.
Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga berpendapat, mayoritas investor asing memang memarkirkan dananya pada SUN bertenor panjang. Sebab, imbal hasil yang ditawarkan SUN tempo lama lebih tinggi dibandingkan yang tenor pendek.
Saat pasar obligasi bearish (turun), harga SUN tempo lama bakal terkoreksi lebih dalam. Sebaliknya, di kala pasar surat utang domestik bullish (naik), harga SUN tenor panjang juga naik lebih besar.
Sehingga, investor asing berpeluang mencetak kenaikan harga (capital gain) lebih besar dibandingkan menghimpun SUN tenor pendek. Wajar, volatilitas SUN tenor panjang memang lebih tinggi.
“Pergerakannya juga lebih sensitif terhadap sentimen yang beredar. Tapi investor asing menambah kepemilikannya di SUN tenor panjang. Berarti mereka optimistis prospek Indonesia bagus,” jelas Desmon.
Mata uang Garuda memang sudah rebound ke posisi Rp 13.700-an, lebih baik dibandingkan kinerja beberapa bulan lalu yang sempat menyentuh level Rp 14.700-an.
Indonesia juga mencetak pertumbuhan ekonomi sebesar 4,73% per kuartal III 2015, lebih baik dibandingkan posisi kuartal II 2015 sebanyak 4,67%.
Serupa, Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan berpendapat, penambahan akumulasi SUN tenor panjang oleh investor asing turut menunjukkan bahwa mereka yakin masa depan Indonesia baik.
Lihat saja data inflasi dalam negeri yang kian terjaga. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,08% pada Oktober 2015.
Selain itu, neraca perdagangan Indonesia per Oktober 2015 juga mencetak surplus US$ 1,01 miliar. Sepanjang Januari 2015 – Oktober 2015, neraca perdagangan domestik sudah surplus US$ 8,16 miliar.
Memang, lanjut Ariawan, masih ada spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed pada Desember 2015 yang berpeluang menekan pasar surat utang domestik. Namun, Ariawan menuturkan, pasar sudah mengantisipasi hal tersebut. “Buktinya mereka menambah kepemilikan di SUN bertenor lebih dari 10 tahun. Sentimen itu sudah beredar lama,” jelasnya.
Pada pengujung tahun 2015, Ariawan menerawang, investor luar negeri berpotensi menambah kepemilikan di SUN lebih dari 10 tahun hingga posisi 45% - 46%. Sebab, saat The Fed mengerek suku bunga acuannya, ketidakpastian yang selama ini beredar akan menghilang.
Desmon menduga, hingga akhir tahun 2015, investor asing berpeluang menggemukkan dana pada SUN tenor lebih dari 10 tahun hingga 50%. Faktor pendorongnya, investor asing optimistis prospek perekonomian Indonesia bakal cerah. Sebab, pemerintah terus melakukan reformasi guna menggenjot pembangunan, semisal perubahan regulasi dan pengelolaan fiskal yang cermat.
“Artinya, pemerintah semakin bisa mengatur agar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terkendali. Hal inilah yang membuat asing bertahan,” terangnya.
Dengan catatan, pemerintah berkomitmen merealisasikan berbagai kebijakan yang telah diluncurkan. Nilai tukar rupiah juga harus dijaga agar tetap stabil.
Apalagi dengan terjaganya inflasi, ada peluang bagi Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga acuannya.
“Kalau suku bunga acuan diturunkan, akan berdampak positif bagi surat utang Indonesia,” tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News