Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar surat utang Indonesia masih menarik saat suku bunga acuan mulai dipangkas. Investor dapat memanfaatkan keuntungan investasi surat utang di seri-seri acuan (benchmark).
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto mengatakan, berinvestasi di instrumen surat utang masih menarik saat ini. Walaupun memang suku bunga sudah mulai dipangkas, namun masih terdapat peluang untuk memanfaatkan capital gain dari potensi kenaikan harga.
Ramdhan mengamati, imbal hasil atau yield obligasi sudah turun signifikan sejak suku bunga dipangkas. Bahkan, yield SUN 10 tahun sebagai acuan sempat turun di kisaran 6,4% - 6,5%, lebih cepat dari perkiraan yang diekspektasikan terjadi di akhir 2024.
Nah, kesempatan inilah dinilai sebagai kesempatan tepat mengakumulasi obligasi saat harga masih rendah. Sebab, penurunan yield obligasi tersebut otomatis akan mengerek harga obligasi karena sifatnya yang saling berlawanan.
Baca Juga: Melemah Sejak Semester I, Cermati Katalis Pergerakan Rupiah di Penghujung Tahun
Apalagi, yield obligasi belum sepenuhnya turun karena dalam tiga minggu terakhir dipengaruhi oleh ketidakpastian yang ditimbulkan dari konflik Timur Tengah. Efek perang Timteng tersebut telah menyebabkan pelemahan rupiah, sehingga yield obligasi kembali melemah ke level 6,7% - 6,8% untuk tenor 10 tahun.
"Kita mesti pantau pengaruh di luar seperti apa, seharusnya kalau tidak banyak gejolak, maka kecenderungan yield harusnya menguat ke bawah 6,5%," ujar Ramdhan kepada Kontan.co.id, Jumat (11/10).
Adapun Ramdhan menyarankan, investor untuk saat ini memanfaatkan peluang investasi di obligasi seri benchmark. Hal itu karena seri acuan didukung likuditas yang tinggi di saat masih dibayangi ketidakpastian di pasar global.
"Sekalipun seri lain menawarkan imbal hasil lebih baik tetapi tidak likuid, maka lebih baik investasi di seri benchmark. Jika tidak likuid, nanti saat ingin profit taking akan kesulitan," imbuh Ramdhan.
Ramdhan menambahkan, investor juga bisa berinvestasi obligasi di Surat Berharga Negara (SBN) Ritel karena tingkat kuponnya tinggi saat suku bunga bergerak turun. Ini artinya investor dapat mengunci kupon tinggi misalnya pada ORI026 yang bersifat tetap (fixed rate), meski suku bunga dipangkas.
Namun, biasanya investor lebih memanfaatkan SBN Ritel sebagai tempat saving ketimbang investasi, layaknya deposito dengan jangka waktu 2-3 tahun. SBN Ritel dipandang sebagai investasi yang dimiliki sampai jatuh tempo atau disebut Held To Maturity.
Baca Juga: Mengocok Lagi Portofolio Reksadana Pendapatan Tetap
Oleh karena itu pula, Ramdhan berujar, kemungkinan ORI026 yang ditawarkan hingga 24 Oktober bakal catatkan penawaran tinggi di atas Rp 20 triliun. Selain didukung faktor tawaran kupon tinggi, ORI026 kemungkinan akan dibeli juga oleh pemegang investasi ORI020 yang bakal segera jatuh tempo pada 15 Oktober 2024.
"Sebagian besar 70% investasi jatuh tempo itu akan masuk ke ORI026 yang lebih menarik daripada deposito dari sisi kupon ataupun pajak, serta sudah lebih dikenal masyarakat. Penjualan ORI026 bisa di atas Rp 20 triliun karena didukung likuiditas dan faktor jatuh tempo," sebut Ramdhan.
Menurut Ramhdan, surat utang Indonesia di mata investor global masih memiliki daya tarik. Hal itu karena tingkat suku bunga Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain. Selain itu, kekuatan investor domestik juga cukup baik dalam mendorong likuditas di pasar surat utang.
Hanya saja, ketidakpastian di pasar global salah satunya perang timur tengah masih membatasi investor asing masuk lagi ke Indonesia. Seperti diketahui, kepemilikan asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebelum covid-19 sempat mencapai 40%. Saat ini, kepemilikan asing di pasar SBN masih berkisar 14%-15%.
Baca Juga: Yield Obligasi Domestik Merangkak Naik di Akhir Tahun
Kendati demikian, Ramdhan meyakini bahwa potensi asing masuk lagi ke pasar obligasi Indonesia terbuka lebar karena suku bunga berpotensi kembali dipangkas. Selain itu, Indonesia tawarkan imbal hasil investasi tinggi dan optimal karena dukungan likuiditas dari investor domestik. Dengan begitu, yield SUN 10 tahun diproyeksi bisa ke level 6,5% di akhir 2024.
Seperti diketahui, Federal Reserve (The Fed) sebelumnya memangkas suku bunga acuan 50 bps menjadi 4.75% - 5% pada 18 September 2024. Sementara, Bank Indonesia memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 6% pada pertemuan tanggal 17 – 18 September 2024.
Ke depan, suku bunga masih berpotensi dipangkas lagi dengan Bank Indonesia (BI) diprediksi akan memangkas suku bunga hingga 2 kali di akhir tahun 2024 dan 3 kali untuk tahun 2025. The Fed kemungkinan besar juga akan pangkas suku bunga lagi, namun memang masih belum sepakat terkait besaran pemangkasannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News