Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri semen dalam negeri masih loyo. Hal tersebut tercermin pada kinerja PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) yang melempem di kuartal III-2017.
Pendapatan INTP terkikis 7,35% menjadi Rp 10,51 triliun. Bahkan, laba bersih perusahaan ini anjlok 55,32% menjadi Rp 1,41 triliun.
Salah satu penyebab turunnya laba adalah banyaknya pemain baru di industri semen. Ini membuat persaingan semakin berat dan menekan kinerja INTP. Alhasil sejak 2015, harga penjualan rata-rata atau average selling price (ASP) INTP menunjukkan tren penurunan.
Mulai kuartal I-2015 hingga kuartal III-2017, ASP INTP terpuruk 24,2% dari Rp 1,12 juta per ton menjadi sebesar Rp 850.000 per ton. "Hingga tahun depan persaingan masih berat," ujar Fahresi Fahalmesta, Analis Ciptadana Sekuritas, Senin (6/11).
Hal senada diungkapkan oleh Analis Indo Premier Securities Chandra Pasaribu. Kondisi kelebihan pasokan di tengah biaya produksi yang relatif tetap membuat tingkat ASP menurun. Selain menekan ASP, hal ini juga mempengaruhi profitabilitas INTP. "Kami tetap ragu bisa melihat peningkatan margin dalam waktu dekat," jelas dia.
Pukulan bagi INTP semakin besar karena sektor properti masih belum pulih. Sementara pertumbuhan sektor infrastruktur belum maksimal. Apalagi, banyak produsen semen anyar menawarkan harga yang lebih rendah dari produk INTP. Dampak perang harga ini tercermin pada kinerja perusahaan sepanjang 2017.
Fahresi memprediksikan, pendapatan INTP di akhir tahun ini belum akan membaik. Hitungan dia, pendapatan perusahaan ini berpotensi turun 6,8% ketimbang realisasi di 2016, menjadi Rp 14,3 triliun. Laba bersih INTP juga diprediksi terjun bebas hingga 49% menjadi Rp 1,9 triliun.
Guna mempertahankan kinerja agar tak terus tergerus, INTP perlu melakukan efisiensi demi mempertahankan perolehan margin EBITDA. Di kuartal III-2017, perusahaan ini telah membukukan margin EBITDA sebesar 22,1%. Capaian tersebut meningkat dari kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 20,9%.
Arus kas baik
Meski dalam kondisi margin yang tertekan, Chandra melihat INTP punya neraca yang kuat. Di akhir September lalu, kas bersih INTP tercatat sebesar Rp 6,8 triliun. Belum lagi, perusahaan ini juga tidak memiliki pinjaman perbankan. "Neraca ini memberikan kesempatan untuk akuisisi. Kami yakin beberapa pemain baru di industri semen menghadapi kesulitan keuangan," terang dia.
Di lain pihak, Yosua Zisokhi, Analis Henan Putihrai Sekuritas, mengatakan, peluncuran produk semen Rajawali di Juni lalu bisa menjadi amunisi INTP dalam mempertahankan pangsa pasar, khususnya di Jawa Barat.
Namun, ia juga mengingatkan, saat ini persaingan di Jawa Barat jauh lebih berat dibandingkan dengan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pertumbuhan tingkat konsumsi di Provinsi Jawa Barat jauh lebih lambat.
Selama Januari-September, pertumbuhan konsumsi semen di Jawa Barat hanya 9%. Bandingkan dengan Jawa Timur yang sebesar 14% dan Jawa Tengah yang naik 16%.
Karena itu, Yosua merekomendasikan hold INTP dengan target harga Rp 20.350 per saham. Fahresi juga merekomendasikan hold dengan target harga Rp 21.000 per saham. Sedangkan Chandra merekomendasikan jual dengan target harga Rp 19.800 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News