Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO) diperkirakan tertekan pada tahun 2024. Koreksi harga nikel dunia menjadi faktor utama tertekannya kinerja INCO.
Berdasarkan Bloomberg, harga nikel melorot di bawah US$ 16.000 per metrik ton. Pada Kamis (27/11), harga nikel bertengger di US$ 15.883 per metrik ton. Sepanjang tahun berjalan, harga nikel telah turun 6,14% dari harga di akhir tahun 2023 yang berada di level US$ 16.603 per metrik ton.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty menilai, turunnya harga nikel di bawah US$ 16.000 per metrik ton dipengaruhi lemahnya permintaan global. Utamanya permintaan dari sektor baja tahan karat dan kendaraan listrik.
Di sisi lain, adanya kelebihan pasokan dari produsen besar seperti Indonesia. "Jika permintaan melemah, terutama akibat perlambatan ekonomi global maka harga nikel berpotensi terus tertekan, dengan support resistance di US$ 15.490 - US$ 16.525 per metrik ton," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (28/11).
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer melanjutkan bahwa kendati tren pelemahan harga berlanjut, ada kemungkinan terjadi stabilisasi di kisaran US$ 14.000 - US$ 15.000 per metrik ton. Hal itu berpotensi terjadi apabila produsen besar mulai menyesuaikan produksi untuk menjaga keseimbangan pasar.
Baca Juga: Maybank Sekuritas Indonesia Turunkan Target Harga Saham INCO, Ini Alasannya
"Faktor-faktor seperti kebijakan China terhadap industri baja, tingkat persediaan global, dan perkembangan sektor kendaraan listrik juga akan mempengaruhi tren harga," sebutnya.
Kedua analis menilai, turunnya harga nikel dunia memberikan efek terhadap margin keuntungan INCO. Maklum, nikel matte merupakan sumber utama pendapatan emiten anggota holding industri pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mind Id ini.
Tekanan tersebut tercermin dari kinerja INCO yang tertekan hingga kuartal III 2024. Pendapatan INCO anjlok 24,45% secara tahunan (YoY) dari US$ 937,89 juta ke posisi US$ 708,56 juta dan laba bersih ambles lebih dalam, sebesar 78,55% YoY dari US$ 238,27 juta menjadi US$ 51,10 juta.
Di sisi lain, Mifta mencermati bahwa inisiatif INCO dengan mulai menjual bijih nikel untuk mendiversifikasi sumber pendapatan merupakan katalis harapan yang dapat mengurangi dampak penurunan harga nikel matte.
Hanya saja, meskipun inisiatif tersebut memberikan dampak positif jangka pendek, kontribusinya terhadap pendapatan perusahaan diperkirakan terbatas. Sebab, harga bijih nikel lebih rendah dibandingkan produk olahan seperti nikel matte.
"Keberhasilan inisiatif ini juga sangat bergantung pada kemampuan perusahaan untuk menjaga volume penjualan dan efisiensi biaya dalam proses produksi," terang Mifta.
Lanjut Mifta, faktor positif yang dapat mendorong kinerja INCO meliputi peningkatan permintaan dari industri kendaraan listrik, serta potensi penguatan harga nikel jika produsen global memangkas produksi.
Lalu, efisiensi operasional melalui penggunaan energi terbarukan dan optimalisasi produksi dapat membantu menekan biaya, sementara investasi hilirisasi untuk menghasilkan produk bernilai tambah seperti nikel sulfat meningkatkan daya saing dan pendapatan.
"Meskipun tantangan jangka pendek masih signifikan, prospek jangka panjang INCO tetap positif dengan keberhasilan menangkap peluang dari tren global seperti transisi energi," sebutnya.
Baca Juga: Bidik Kenaikan Pendapatan 15%, MIND ID Siapkan Capex Rp 267,8 Triliun hingga 2029
Arinda menambahkan, stimulus ekonomi China melalui kebijakan yang mendorong sektor manufaktur dan infrastruktur dapat memicu peningkatan permintaan nikel global. "Lalu dari dalam negeri, dukungan pemerintah seperti insentif hilirisasi dan pengembangan ekosistem EV, bisa mendukung kinerja INCO," terangnya.
Karenanya, Arinda merekomendasikan beli INCO dengan target harga Rp 4.850. Lalu Mifta untuk jangka pendek merekomendasikan buy on weakness dengan target harga Rp 3.850.
Selanjutnya: Cek Hasil Quick Count Lembaga Survei di Pilkada Banten
Menarik Dibaca: Garuda Indonesia Siap Implementasikan Kebijakan Penuruanan Harga Tiket Saat Nataru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News