Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) cetak kinerja yang kurang memuaskan baik dari sisi operasional dan keuangan selama kuartal I-2025. Harga komoditas nikel yang masih bergerak volatil menjadi tantangan utama bagi INCO dalam memulihkan kinerjanya selepas kuartal I-2025.
Sebagaimana yang diketahui, INCO merealisasikan produksi nikel matte sebesar 17.027 metrik ton pada kuartal I-2025. Hasil ini lebih rendah 6% dibandingkan realisasi produksi pada kuartal I-2024 yaitu 18.199 metrik ton dan juga lebih rendah 8% dibandingkan produksi pada kuartal IV-2024 yakni 18.528 metrik ton.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh penghentian secara tak terduga salah satu tanur listrik INCO. Penghentian tanur listrik ini merupakan imbas masalah dalam sistem elektroda.
Wakil Presiden Direktur dan Chief Operation and Infrastructure Officer Vale Indonesia Abu Ashar menyampaikan, penghentian ini kemudian menjadi kesempatan bagi INCO untuk mempercepat jadwal pemeliharaan dari kuartal ketiga ke kuartal pertama tahun 2025.
Alhasil, INCO dapat menyelaraskan operasi perusahaan dengan lebih baik pada kuartal-kuartal selanjutnya.
Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Merevisi RKAB Blok Bahodopi, Ini Alasannya
“Meskipun menghadapi tantangan ini, kami telah mengimplementasikan langkah-langkah strategis untuk menjaga produksi kami tetap pada jalurnya. Kami tetap berkomitmen pada inovasi dan keunggulan serta menantikan peluang yang lebih baik di masa mendatang," tulis Abu Ashar dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (29/4).
Dari sisi keuangan, INCO membukukan pendapatan sebesar US$ 206,53 juta pada kuartal I-2025 atau terkoreksi 10,18% year on year (yoy) dibandingkan pendapatan perusahaan pada kuartal I-2024 sebesar US$ 229,94 juta.
Sebaliknya, laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk INCO melesat 607,79% yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni US$ 3,08 juta.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menyampaikan, penghentian sementara salah satu tanur listrik INCO jelas membuat kemampuan produksi emiten tersebut.
Tak heran, kinerja produksi INCO mengalami penurunan pada kuartal I-2025. Sayangnya, harga nikel cukup volatil akhir-akhir ini dengan kecenderungan menurun, sehingga kondisi ini kurang menguntungkan bagi INCO.
“Untungnya INCO mampu menjalankan bisnisnya dengan efektif dan efisien, sehingga laba bersihnya mampu naik,” ujar dia, Rabu (30/4).
Dia menambahkan, dengan kondisi harga nikel yang tak menentu, maka kemampuan dalam melakukan efisiensi akan menjadi kunci bagi INCO untuk memulihkan kinerjanya pada kuartal-kuartal berikutnya.
Selain itu, Nafan mengapresiasi langkah INCO yang tengah menggeber proyek-proyek terkait hilirisasi. Di antaranya adalah Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa, IGP Morowali, proyek pembangunan pabrik High Pressiure Acid Leach (HPAL) Sorowako. Tiga proyek ini memiliki nilai investasi sebesar US$ 8,5 miliar dan diperkirakan selesai sekitar tahun 2026—2027 mendatang.
“Hilirisasi ini akan meningkatkan nilai tambah produk INCO, tapi ini butuh waktu, sehingga efeknya lebih bersifat jangka panjang,” tutur dia.
Nafan tidak memiliki rekomendasi untuk saham INCO, hanya menyarankan wait and see bagi investor.
Sementara itu, Analis Indo Premier Sekuritas Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan mempertahankan rekomendasi beli saham INCO dengan target harga yang tidak berubah di level Rp 3.650 per saham, berdasarkan riset 30 April 2025.
Rekomendasi ini didasari atas rencana INCO yang berencana menjual sisa nikel matte sebanyak 210.000 metrik ton yang sudah ada dalam inventarisnya sepanjang kuartal II-2025.
INCO juga merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk area penambangan dan pengolahan nikel di Kecamatan Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. Hal ini untuk mengamankan kuota bijih saprofit tambahan sebesar 2 juta metrik ton.
“Risiko penurunan kinerja INCO termasuk keterlambatan kemajuan pengembangan tambang nikelnya,” tandas Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan.
Selanjutnya: Laba BRI Insurance Tumbuh 45,36% Menjadi Rp 702 Miliar pada Tahun 2024
Menarik Dibaca: Heavenly Ever After dan 6 Drakor Romantis yang Karakternya Wanitanya Lebih Tua
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News