Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak El Nino, produksi tandan buah segar (TBS) sawit PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) diprediksi turun hingga 8% pada tahun ini.
Penurunan produksi TBS tersebut akan membuat kinerja SGRO cukup berat di sisa tahun 2024.
Head of Investor Relation SGRO, Stefanus Darmagiri mengatakan, badai El-Nino yang terjadi pada semester II 2023 masih berdampak terhadap produksi TBS SGRO pada bulan Juli dan Agustus 2024, khususnya untuk area Sumatera.
“Dampak El-Nino yang terjadi di Sumatera lebih parah jika dibandingkan dengan area Kalimantan,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (29/9).
Oleh sebab itu, SGRO melihat, produksi TBS dari kebun inti perseroan diperkirakan akan lebih rendah 5% – 8% pada tahun 2024 jika dibandingkan dengan tahun 2023.
“Kami berharap produksi TBS SGRO pada semester II 2024 akan lebih baik jika dibandingkan dengan semester I, mengingat puncak panen produksi TBS terjadi pada akhir kuartal III dan awal kuartal IV,” kata Stefanus .
Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) Serap Capex Rp 235 Miliar di Semester I 2024, Ini Penggunaannya
Melansir Trading Economics, harga CPO sudah naik 7,12% dalam sebulan ke level MYR 4.199 per ton.
Stefanus menuturkan, kenaikan harga crude palm oil (CPO) akan memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan SGRO.
Sebab, penjualan CPO memberikan kontribusi sebesar 80% terhadap total revenue SGRO pada semester I lalu.
Adapun harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) CPO SGRO pada semester I 2024 adalah sebesar Rp 12.300 per kilogram (kg).
“Ini mengalami peningkatan sebesar 4% secara tahunan alias year on year (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” tutur Stefanus .
Selain itu, SGRO juga menyerap anggaran belanja modal alias capital expenditure (capex) sebesar Rp 235 miliar. Sebesar 55% realisasi dari capex digunakan untuk fixed asset, dan sisanya untuk kegiatan plantation.
Pada tahun 2024 ini, SGRO menganggarkan capex sebesar Rp 400 – Rp 700 miliar.
“Sehingga, per semester I ini kami sudah menggunakan sekitar 34 – 59% terhadap rencana anggaran capex 2024,” ujar Stefanus kepada Kontan, Minggu (29/9).
Kegiatan replanting telah dilakukan SGRO sejak tahun-tahun sebelumnya. Pada semester I 2024 telah melakukan kegiatan replanting sebesar 4.772 hektare (ha) untuk kebun inti dan plasma.
Stefanus menuturkan, kegiatan replanting didukung oleh penggunaan varietas benih unggul kelapa sawit dengan merek “DxP Sriwijaya”.
Dengan menggunakan varietas tersebut, SGRO berharap produksi dari kebun plasma perseroan akan lebih baik ke depannya.
“Adapun kami menargetkan replanting pada kebun inti plasma sebesar minimum 10.000 ha pada 2024,” kata Stefanus.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, industri CPO secara umum tengah mendapatkan sentimen positif dan negatif yang seimbang.
Dari dalam negeri, terjadi peningkatan permintaan akibat kebijakan biodiesel 40% alias B40.
Peningkatan itu juga diiringi dengan permintaan masyarakat yang masih tinggi atas produk CPO untuk konsumsi harian.
“Indeks keyakinan konsumen juga masih relatif optimis. Jadi, wajar jika permintaan masyarakat untuk produk CPO masih kuat,” ujar Nafan.
Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) Proyeksikan Penurunan Produksi TBS 8% di 2024
Terkait masalah cuaca, saat ini adalah masa transisi antara fenomena El Nino dan La Nina. Hal ini membuat produksi TBS dan CPO menurun.
Ini juga terjadi di Malaysia, tingkat kapasitas produksi CPO mereka turun. Akibatnya, ada keterbatasan suplai yang memicu kenaikan harga CPO. Peluang kenaikan harga CPO itu juga akan dipicu dari pemulihan pertumbuhan ekonomi di China dan India.
“Pemulihan itu merupakan kesempatan bagi Indonesia sebagai produsen CPO yang besar, baik dalam meningkatkan kapasitas produksi secara umum maupun kapasitas ekspor,” tuturnya.
Nafan melihat, di tengah sejumlah sentimen tersebut, kinerja SGRO masih akan berat ke depan. Hal ini terkait dengan usia tanaman sawit milik perseroan yang relatif tua, sehingga perlu melakukan penanaman ulang alias replanting.
“SGRO rata-rata memiliki usia tanaman yang relatif tua dan memang juga dalam proses replanting. Jadi, wajar saja ini akan menghambat kinerja,” ujar Nafan.
Alhasil, Nafan pun belum memberikan rekomendasi untuk saham SGRO.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo melihat, pergerakan saham SGRO berada di level support Rp 1.950 per saham dan resistance Rp 2.100 per saham. William pun merekomendasikan speculative buy untuk SGRO dengan target harga Rp 2.300 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News