Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sederet emiten berupaya mendongkrak kinerja dengan menjaring sumber pendapatan baru. Sebagian masih dalam tahap persiapan, namun ada juga yang telah terbukukan pada laporan keuangan.
Terbaru, ada PT Green Power Group Tbk (LABA) yang mengumumkan segera memasuki tahap produksi baterai pack melalui anak perusahaannya, PT Green Power Battery (GPB).
Direktur Utama Green Power Group William Ong mengungkapkan GPB telah memperoleh kualifikasi pertama untuk memproduksi baterai pack kendaraan bermotor listrik.
"Sesuai dengan perencanaan, perizinan dan kualifikasi produksi secara keseluruhan ditargetkan akan selesai pada bulan Oktober 2024," ungkap William dalam keterbukaan informasi, Jumat (20/9).
Pada 18 September 2024, GPB telah menandatangani dua perjanjian kerjasama dengan PT Gotion Indonesia Materials. Pertama, memasok sebanyak 6.080 set baterai sepeda motor listrik, dengan estimasi nilai sebesar Rp 21 miliar.
Kedua, memasok sebanyak 31.080 set baterai sepeda motor listrik lainnya, dengan estimasi nilai sebesar Rp 118 miliar. "Baterai pack tersebut akan diserahkan kepada PT Gotion Indonesia Materials setelah perjanjian berlaku efektif," terang William.
Baca Juga: Ada Window Dressing, IHSG Berpeluang Menguat di Akhir 2024
PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK) tak mau ketinggalan untuk mendulang sumber pendapatan baru. PKPK melalui anak usahanya, PT Tri Oetama Persada (Triop) telah melakukan pengapalan perdana batubara pada 8 September 2024.
Batubara tersebut akan diekspor ke China Resources Group sebagai pembeli, dengan total kargo sebanyak 48.000 ton. Atas pengapalan ini Triop akan mendapatkan pendapatan dari penjualan batubara sebesar US$ 2,4 juta atau setara dengan Rp 37,4 miliar.
Pada tahun ini, rencana produksi dan penjualan batubara Triop diperkirakan mencapai 550.000 ton. Estimasi pendapatan dari volume tersebut dapat menghasilkan pendapatan sebesar US$ 28,6 juta atau sekitar Rp 446 miliar.
Volume batubara diperkirakan bakal naik pada tahun 2025 menjadi 3 juta ton, dengan proyeksi pendapatan mencapai US$ 156 juta atau setara dengan Rp 2,4 triliun.
"Hal ini tentunya menjadi katalis positif bagi Perseroan serta bagi seluruh stakeholders," ungkap Direktur Utama PKPK Haryanto Sofian dalam keterbukaan informasi 10 September 2024.
Pelaku pasar pun merespons positif, yang tampak dari lonjakan signifikan harga saham PKPK sejak keterbukaan informasi tersebut. Jika diakumulasi dalam sebulan terakhir, harga saham PKPK telah melejit setinggi 110,98%.
PT Singaraja Putra Tbk (SINI) juga bakal mengeduk sumber pendapatan baru dari batubara. Melalui dua anak usahanya, PT Pasir Bara Prima (PBP) dan PT Persada Kapuas Prima (PKP), SINI mengejar target untuk memproduksi batubara pada tahun ini.
PBP telah menandatangani perjanjian jasa pertambangan dengan PT Petrosea Tbk (PTRO). Sedangkan PKP telah meneken perjanjian penyediaan jasa pengupasan lapisan tanah penutup dan penambangan batubara dengan anak usaha PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID).
Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham Emiten Poultry di Tengah Tren Penurunan Suku Bunga
Sementara itu, PT Harum Energy Tbk (HRUM) telah memetik hasil dari ekspansi ke bisnis nikel. Pada semester I-2024, HRUM sudah membukukan pendapatan yang cukup signifikan dari penjualan lokal maupun ekspor produk nickel matte dan feronikel.
Emiten lain yang membukukan pendapatan baru adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Sub-holding gas dari Grup Pertamina ini mencatatkan kontribusi dari perdagangan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) trading.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat emiten yang berupaya mendongkrak kinerja melalui sumber pendapatan baru punya prospek yang cukup menjanjikan. Terutama bagi emiten yang melakukan diversifikasi ke sektor bisnis yang masih prospektif maupun sedang berkembang.
Langkah ini menjadi strategi adaptasi, memperkuat fondasi bisnis, sekaligus mengurangi risiko yang timbul dari ketergantungan pada satu jenis usaha atau komoditas. "Prospek jangka panjang mereka terlihat positif, dengan potensi peningkatan outlook seiring hasil dari sumber pendapatan baru tersebut," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Minggu (22/9).
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menyoroti diversifikasi sejumlah emiten yang berpotensi mendongkrak pendapatan secara signifikan, seperti pada LABA dan SINI. Apalagi performa keuangan keduanya masih dalam posisi yang lesu.
Hal tersebut ikut mengerek pergerakan harga saham, sejalan dengan meningkatnya ekspektasi pendapatan baru bakal memperbaiki kinerja.
"Pasar sangat minat pada saham yang kinerjanya berpeluang tumbuh, terutama bisa mengubah dari rugi menjadi laba," ungkap Sukarno.
Hanya saja, Sukarno mengingatkan agar pelaku pasar tetap waspada terhadap kenaikan harga yang signifikan dalam rentang waktu singkat.
Head of Equities Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni menambahkan, investor perlu jeli mencermati bagaimana proses eksekusi emiten terhadap bisnis barunya.
Sebagai bentuk konfirmasi, investor juga mesti memperhatikan sejauh mana bisnis baru itu berdampak pada laporan keuangan emiten. "Bagi yang berhasil mengeksekusi dengan baik, maka akan berdampak positif kepada perusahaan maupun harga sahamnya. Namun ada juga yang rencananya bagus tapi pada eksekusiannya tidak berjalan baik," terang Agung.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto mengingatkan agar investor mencermati kondisi dan outlook sektor industri dari bisnis baru emiten. Hal ini dapat menjadi acuan untuk mengukur jangka waktu dan seberapa signifikan dampak dari bisnis baru itu, sekaligus respons pasar terhadap prospek sahamnya.
Minat pelaku pasar akan meningkat terhadap saham emiten dengan bisnis baru yang bisa memberikan kontribusi signifikan. Tapi William mengingatkan meski bisnis baru bisa menambah daya tarik, pelaku pasar perlu mempertimbangkan faktor teknikal dari saham tersebut untuk membatasi risiko dan meraup potensi keuntungan yang lebih cepat.
Di antara emiten yang akan dan telah mendulang sumber pendapatan baru, William melihat saham LABA, DOID dan HRUM layak dikoleksi. Sementara Agung lebih menjagokan saham HRUM.
Secara valuasi, Sukarno merekomendasikan saham HRUM dan PGAS. Hendra juga melirik dua saham tersebut, dengan target harga di level Rp 1.580 pada saham HRUM dan target harga Rp 1.700 sebagai target harga saham PGAS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News