Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nyaring kokok emiten unggas (poultry) nampaknya masih tersendat. Hal ini nampak dari kinerja sejumlah emiten poultry sepanjang semester pertama 2023. Lalu, bagaimana prospek saham sektor unggas di sisa tahun ini?
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Muhammad Gibran memperkirakan, kenaikan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) produk pakan tidak akan berdampak signifikan terhadap volume penjualan emiten.
Namun, dia berekspektasi penerapan culling (pemusnahan) ayam akan cukup mengurangi pasokan, sehingga menyebabkan harga anakan ayam alias Day Old Chicken (DOC) dan harga broiler naik di atas biaya produksi.
Sektor unggas juga dihadapi dengan menurunnya stok kedelai dunia. Menurut Gibran, mayoritas penurunan kedelai dunia disebabkan oleh penurunan produksi dari Amerika Serikat.
Sementara itu, analis Indo Premier Sekuritas Andrianto Saputra menilai, dari sisi permintaan, konsumsi per kapita unggas nasional belum pulih ke tingkat sebelum pandemi. Konsumsi per kapita hanya mengalami tingkat pertumbuhan tahunan majemuk 0,4% selama 2017-2022 dengan angka 11,6 kg per kapita.
Baca Juga: Mayoritas Tertekan, Begini Rekapitulasi Kinerja Emiten Poultry
Dia memperkirakan konsumsi per kapita unggas akan mencapai 12,1 kg dan 13,0 kg per kapita pada 2023 dan 2024.
Pada tahun ini, Andrianto mengasumsikan harga broiler akan menurun 2% secara year-on-year (YoY) menjadi Rp 19.000 per kg, dengan menimbang faktor lemahnya harga broiler pada kuartal pertama 2023 yang berada di level Rp 17.200 per kg.
Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan oleh Indo Premier Sekuritas, setiap 1% perubahan harga broiler akan berdampak pada laba Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) dan Japfa Comfeed Indonesia (JPFA) masing-masing sebesar 9,7% dan 12,1%.
Oleh karena itu, Indo Premier Sekuritas menyematkan rating overweight sektor perunggasan dengan saham CPIN sebagai pilihan utama alias top picks.
CPIN dianggap memiliki laba bersih yang relatif stabil dan memiliki segmen pengolahan makanan yang lebih baik. Bahkan, segmen pengolahan makanan ini memiliki margin tertinggi dibandingkan perusahaan sejenis. CPIN juga memiliki neraca keuangan terkuat di antara peers.
Dia menyematkan buy saham CPIN dengan target harga Rp 6.200 dan buy saham JPFA dengan target Rp 1.850. Risiko rekomendasi ini termasuk pelemahan harga broiler dan kenaikan biaya bahan baku.
Sementara Gibran menurunkan rating JPFA dari semula hold menjadi sell, dengan turut memangkas target harga saham JPFA menjadi Rp1.000 dari sebelumnya Rp 1.100.
“JPFA baru-baru ini dikeluarkan dari indeks LQ45 dan menambah sentimen negatif terhadap harga saham,” kata Gibran.
Target JPFA untuk mengekspor 900.000 ayam broiler hidup atau sekitar 1.500 ton ke Singapura pada tahun ini menjadi angin segar bagi emiten ini.
Gibran menilai, ekspor 900.000 ekor ayam ini dapat mengurangi kelebihan pasokan ayam di Indonesia dan meningkatkan pangsa pasar JPFA di luar Indonesia. Dengan asumsi harga ayam broiler adalah SG$ 8 per kg, maka ekspor ini akan berkontribusi pada peningkatan pendapatan JPFA sebesar Rp 135 miliar di 2023.
Namun, melemahnya permintaan daging ayam, naiknya harga jagung dan bungkil kedelai serta rendahnya kemampuan untuk meneruskan (pass-on) kenaikan harga bahan baku menjadi risiko dari rekomendasi ini.
“Sementara itu, meredanya harga komoditas dan intervensi pemerintah yang berkelanjutan dalam mengelola pasokan akan mendukung profitabilitas JPFA,” kata Gibran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News