Reporter: Raka Mahesa Wardhana | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akhirnya berpindah tangan. Tiga sekuritas yang berperan menjadi underwriter di Initial Public Offering (IPO) maskapai itu, menjual saham GIAA ke Trans Airways.
Sebanyak 10,88% saham GIAA dijual dengan harga Rp 620 per saham. Harga tersebut lebih rendah daripada harga jual saat IPO, yaitu Rp 750 per saham.
Eko Yuliantoro, Direktur Utama Bahana Securities menjelaskan, harga penjualan merefleksikan price to earning ratio (PER) GIAA di akhir 2012 sebesar 10,6 kali dan akhir 2013 sebesar 7,7 kali. Sebagai perbandingan di industri sejenis, PER rata-rata adalah 10,8 kali untuk 2012 dan 7,7 kali untuk 2013.
Ni Putu Kurnia Sari, Analis Syailendra Capital menilai, harga pembelian, Rp 620, cukup menarik. "Banyak airlines yang mau membeli GIAA di harga itu. Memang, jumlahnya tidak akan sebanyak yang diambil oleh Trans," kata Putu, Senin (30/4).
Menurut hitungan Putu, harga wajar GIAA berkisar Rp 780 per saham. Lain lagi hitungan Reza Nugraha. Menurut analis MNC Securities itu, harga wajar GIAA adalah Rp 650 per saham.
Jual rugi
Baik Putu, Reza, maupun Gifar Indra Sakti, analis Sucorinvest Central Gani, sepakat, kehadiran Trans tidak banyak berpengaruh terhadap kinerja GIAA. "Jumlah 10% tidak akan berpengaruh apa-apa dibanding mayoritas (pemerintah). Kebijakan GIAA masih ditentukan oleh pemegang saham mayoritas," kata Gifar. Apalagi, Trans yang dikendalikan konglomerat Chairul Tanjung, tidak mendapat jatah kursi di Garuda.
Gifar menduga, Chairul memborong saham GIAA dengan alasan investasi. Spekulasi lain, pembelian saham GIAA merupakan langkah awal CT untuk masuk ke dunia penerbangan. Dengan menjadi pemegang saham GIAA, Chairul punya akses untuk mempelajari bisnis penerbangan secara detail.
Reza menambahkan dampak pembelian saham tersebut lebih terasa ke ketiga sekuritas, yang selama ini ini menggenggam saham IPO GIAA. "Kendati menjual rugi, mereka mendapatkan cash," kata dia.
Dampak penjualan saham ke Trans terhadap GIAA terbatas. Namun Reza menduga, Garuda bisa memanfaatkan jaringan milik Chairul, saat membutuhkan pendanaan.
Kehadiran Trans Airways di flag carrier Indonesia itu, juga bisa menenangkan pergerakan harga saham GIAA. "Selama ini, investor tidak berani membeli GIAA, karena ketika harganya naik sedikit, sekuritas penjamin emisi langsung melepas saham miliknya. Akibatnya, harga saham GIAA berat untuk naik," kata Putu. Setelah kepemilikan berpindah tangan ke Chairul, harga saham Garuda berpeluang untuk terbang mencapai harga wajarnya.
Namun Reza punya perhitungan lain. Menurutnya, masuknya CT sebagai pemegang saham GIAA akan membuat saham perseroan ini makin tidak likuid. "Saham GIAA yang beredar di publik hanya sekitar 30%. Kalau porsi kepemilikan Trans 10%, saham GIAA yang beredar semakin sedikit," kata dia.
Reza merekomendasikan hold untuk GIAA dengan target harga Rp 650 per saham. Sedang K Ajith, analis UOB Kay Hian Research dan Putu merekomendasikan buy. Ajith dan Putu memasang target harga GIAA, masing-masing Rp 820 per saham dan Rp 780 per saham.
Target harga Putu mencerminkan PER sebesar 13 kali di tahun 2012. Harga penutupan GIAA, kemarin, adalah Rp 670 per saham.
Target harga itu berasal dari proyeksi laba bersih GIAA tahun ini sebesar Rp 1,4 triliun. Sedang pendapatan GIAA, menurut kalkulasi Putu, adalah Rp 34 triliun.
Proyeksi tersebut lebih tinggi daripada target yang dipasang pengelola GIAA. Manajemen maskapai itu menargetkan pendapatan tahun ini Rp 32,79 triliun, naik 21% dibandingkan realisasi di tahun lalu, yaitu Rp 27,1 triliun.
GIAA mengincar laba bersih di tahun ini di atas Rp 1 triliun, lebih tinggi ketimbang perolehan laba bersih tahun lalu senilai Rp 808,66 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News