Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rupiah kembali tertekan di hadapan dollar Amerika Serikat (AS). Faktor eksternal yang cenderung negatif menjadi salah satu pemicu nilai tukar mata uang Garuda menjadi loyo.
"Data ekonomi Eropa yang belum membaik dan diikuti negara berkembang lainnya menjadi salah satu faktor tekanan bagi mata uang rupiah," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada dikutip dari Antara.
Reza menambahkan rencana bank sentral Amerika Serikat (the Fed) yang akan menaikkan suku bunganya pada bulan Desember tahun ini masih membuat sebagian pelaku pasar uang khawatir terhadap aset mata uang berisiko.
"Di tengah kekhawatiran itu, pelaku pasar uang akan menempatkan aset-asetnya dalam mata uang 'safe haven' untuk menjaga nilai agar tidak tergerus," katanya.
Di sisi lain, lanjut Reza, laju nilai tukar rupiah juga masih dibayangi pelemahan harga komoditas dunia. Penurunan harga komoditas membuat Indonesia kehilangan salah satu sumber yang menopang ekonomi.
"Diharapkan harga komoditas segera pulih sehingga turut kembali menopang perekonomian domestik," katanya.
Sementara itu, pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan periode November tahun ini yang diproyeksikan mengalami inflasi menjadi salah satu sentimen negatif bagi mata uang rupiah.
Selain itu, lanjut Rully, neraca perdagangan Indonesia yang juga diproyeksikan kembali mengalami defisit menambah sentimen negatif bagi mata uang rupiah di pasar uang domestik. "Sentimen di dalam negeri belum cukup mendukung untuk menopang rupiah," katanya.
Asal tahu saja, pagi ini di pasar spot rupiah berada di level Rp 13.833 per dollar AS atau melemah 0,19% dari sebelumnya Rp 13.801 per dollar AS.
Sementara, mengacu kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) di mana rupiah sentuh level Rp 13.840 per dollar AS. Dengan kata lain, rupiah melemah 0,68% dari sebelumnya Rp 13.747.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News