Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tertekannya harga batubara sepanjang tahun ini seiring melemahnya permintaan imbas dari pandemi virus corona diperkirakan akan menekan kinerja emiten batubara, termasuk emiten PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Hal ini bisa dilihat dari kinerja keuangan ADRO sepanjang kuartal I-2020 kemarin. Tercatat, pendapatan ADRO mengalami penurunan 11,3% secara year on year (yoy) dari US$ 846,50 juta menjadi US$ 750,50 juta.
Sementara dari laba bersih, ADRO juga mengalami penurunan dari US$ 118,8 juta pada kuartal I-2019 menjadi US$ 98,2 juta pada kuartal I-2020, atau turun 17,4%.
Baca Juga: Kinerja ADRO diramal tertekan harga batubara, ini rekomendasi analis
Kendati tren pelemahan harga batubara akan menekan kinerja ADRO pada tahun ini, analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu menyebut upaya diversifikasi yang dilakukan ADRO juga akan membantu mengangkat kinerja ADRO tahun ini. Strategi yang dimaksud Dessy yakni melalui produksi coking coal atau batubara kokas.
“Kami sangat optimistis terhadap bisnis coking coal ADRO yang terlihat positif terhadap net profit ADRO pada tahun lalu padahal revenue-nya cukup struggling akibat tren pelemahan thermal coal. Kami memperkirakan, kontribusi coking coal ADRO akan meningkat dengan karakteristik konsumennya juga yang cukup berbeda, yang cenderung ke industrial dibandingkan thermal coal yang ke pembangkit listrik,” ujar Dessy kepada Kontan.co.id, Selasa (7/7).
Baca Juga: Ada tes masuk SBMPTN, ITB bisa jadi pilihan karena alumninya banyak yang sukses
Sementara analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo dalam risetnya pada 15 Mei 2020 juga menilai diversifikasi melalui coking coal cukup akan membantu kinerja ADRO pada tahun ini. Selain itu, ADRO yang punya sistem pertambangan terintegrasi juga memungkinan perusahaan untuk mengontrol biaya pada level tertentu, seperti yang terlihat pada kuartal I-2020 kemarin.
“Diversifikasi coking coal di Australia dan Indonesia yang masuk ke industrial segmen seharusnya memberikan penyangga terhadap kinerja ADRO di tengah volatilitas harga batubara. Ditambah dengan efisiensi penambangan, kedua hal tersebut bisa membantu ADRO dalam menjaga balance sheet yang sehat dan membuat cashflow tetap solid,” ujar Thomas.
Lebih lanjut, Thomas memperkirakan kuartal II dan III tahun ini masih akan memberikan kinerja yang lemah seiring harga batubara yang masih akan stagnan setidaknya hingga September 2020 imbas dari pandemi virus corona. Ditambah lagi, periode winter stocking juga akan menjadi katalis negatif terhadap kinerja kuartal II dan III ADRO.
Baca Juga: Permintaan global minim, harga batubara acuan (HBA) Juli turun jadi US$ 52,16 per ton
Thomas memproyeksikan pendapatan ADRO pada tahun ini akan mencapai US$ 2,85 miliar dengan laba bersih sebesar US$ 296 juta. Sementara Dessy memperkirakan ADRO akan mengantongi pendapatan sebesar US$ 3,3 miliar dengan laba bersih US$ 490 juta.
Dengan kondisi tersebut, Thomas merekomendasikan untuk jual ADRO dengan target harga Rp 980 per saham. Sedangkan Dessy merekomendasikan beli dengan target harga Rp 1.600 per saham. Adapun saham ADRO diperdagangkan pada Selasa (7/7) turun 1,41% ke Rp 1.050 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News