Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
“Diversifikasi coking coal di Australia dan Indonesia yang masuk ke industrial segmen seharusnya memberikan penyangga terhadap kinerja ADRO di tengah volatilitas harga batubara. Ditambah dengan efisiensi penambangan, kedua hal tersebut bisa membantu ADRO dalam menjaga balance sheet yang sehat dan membuat cashflow tetap solid,” ujar Thomas.
Lebih lanjut, Thomas memperkirakan kuartal II dan III tahun ini masih akan memberikan kinerja yang lemah seiring harga batubara yang masih akan stagnan setidaknya hingga September 2020 imbas dari pandemi virus corona. Ditambah lagi, periode winter stocking juga akan menjadi katalis negatif terhadap kinerja kuartal II dan III ADRO.
Baca Juga: Permintaan global minim, harga batubara acuan (HBA) Juli turun jadi US$ 52,16 per ton
Thomas memproyeksikan pendapatan ADRO pada tahun ini akan mencapai US$ 2,85 miliar dengan laba bersih sebesar US$ 296 juta. Sementara Dessy memperkirakan ADRO akan mengantongi pendapatan sebesar US$ 3,3 miliar dengan laba bersih US$ 490 juta.
Dengan kondisi tersebut, Thomas merekomendasikan untuk jual ADRO dengan target harga Rp 980 per saham. Sedangkan Dessy merekomendasikan beli dengan target harga Rp 1.600 per saham. Adapun saham ADRO diperdagangkan pada Selasa (7/7) turun 1,41% ke Rp 1.050 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News