Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Rupiah masih menunjukkan tren pelemahan untuk jangka pendek. Hal ini tentunya bisa membuat beban operasional perusahaan yang mengandalkan impor bahan baku menjadi membengkak.
Tapi, PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) yang mengimpor gadget sebagai produk yang akan dijualnya memastikan tren pelemahan rupiah tak akan mempengaruhi kinerjanya. Pasalnya, manajemen menerapkan, tiga jurus jitu demi menangkis efek pelemahan rupiah tersebut.
Pertama, manajemen meneken kontrak kerjasama jual beli gadget dengan kurs rupiah. "Soalnya, klien (produsen gadget) kami, kan, memiliki representative di sini," imbuh Djatmiko Wardoyo, Direktur Marketing & Communication ERAA, Rabu (31/7).
Lalu, ERAA juga selalu melobi kliennya untuk melakukan lindung nilai (hedging) kurs. Jadi, transaksi yang dilakukan antara kedua belah pihak tidak akan terpengaruh dengan fluktuasi kurs.
Namun, manajemen mengaku jika pihaknya masih melakukan transaksi dengan menggunakan kurs dolar. Transaksi ini dilakukan oleh produsen Blackberry, yaitu Research In Motion (RIM).
Nah, khusus yang satu ini, ERAA melobi RIM untuk diberikan subsidi penjualan. Selama ini lobinya pun berhasil lantaran subsidi yang diberikan masih lebih kecil dibanding marjin penjualan yang diterima RIM.
Tapi, mengingat penjualan Blackberry terus mengalami penurunan, maka tidak menjamin lobi ERAA bakal terus berhasil.
Tak menutup kemungkinan, jika lobi ERAA ditolak ketika marjin penjualan RIM tidak mampu menutup subsidi yang diberikan. "Tapi, kalau hal ini terjadi pun dampaknya tidak signifikan,".
Tampaknya, tiga jurus yang dilakukan manajemen sudah cukup berhasil. Soalnya, jika pelemahan rupiah memberikan pengaruh, maka hal ini bakal meningkatkan harga penjualan pokok gadget yang masuk ke pos beban penjualan pokok ERAA. Tapi, nyatanya pos ini justru mengalami penurunan.
Pada semester I 2013, manajemen mencatat beban pokok penjualan tercatat Rp5,42 triliun. Bandingkan dengan beban pokok penjualan ERAA periode yang sama tahun sebelumnya, yang lebih tinggi, yakni Rp5,84 triliun.
Catatan saja, penurunan ini juga disebabkan oleh peraturan impor handset yang diberlakukan pemerintah sekitar awal tahun ini. "Peraturan tersebut membuat proses impor kami jadi lebih lama," pungkas Jatmiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News