Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi selalu menjadi isu hangat. Tarik ulur kenaikan harga tersebut hingga saat ini pun belum menemukan titik terangnya. Lantas, skenario apa yang bakal terjadi terhadap market jika kenaikan tersebut dieksekusi?
Kepala Riset Bahana Securities Harry Su menjelaskan, ada sejumlah sektor yang terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut, yakni sektor migas, konsumer, dan sektor yang sensitif dengan suku bunga seperti bank, properti, dan konsumer.
Selama ini, harga BBM subsidi telah mengalami empat kali kenaikan. "Biasanya tiga bulan sebelum kenaikan itu sektor migas, konsumer, dan telko out perform," imbuh Harry.
Pasalnya, sektor-sektor tersebut merupakan merupakan produsen bahan pokok sehingga termasuk sektor defensif. Sehingga, apa pun kondisi perekonomiannya, produk-produk dari sektor tersebut selalu dicari orang.
Untuk jangka pendek, kenaikan harga BBM subsidi memang memberikan dampak negatif. Inflasi bakal meninggi yang akan direspon dengan kenaikan suku bunga dan berujung pada terjadinya perlambatan ekonomi. Namun, di saat-saat seperti ini, orang tetap membeli bahan bakar, orang tetap melakukan konsumsi khususnya konsumsi bahan pokok. Ditengah krisis, orang juga tetap melakukan komunikasi.
Disisi lain, saat kondisi seperti itu, orang akan mengurangi konsumsi akan kebutuhan sekunder. Mereka akan mengurangi pembelian baju, rumah, mobil, dan kebutuhan sekunder lainnya. Jadi, bisa dibilang, ketika kondisi seperti ini saham-saham dari sektor yang sensitif dengan tingkat suku bunga seperti bank, properti, dan otomotif akan dijauhi pelaku pasar.
"Tapi, tiga bulan setelah kenaikan harga BBM subsidi, sektor seperti perbankan dan otomotif justru mulai mengalami rebound. Sementara, sektor yang tadinya outperform sebelum kenaikan harga BBM subsidi justru menjadi biasa saja," jelas Harry.
Nah, sektor perbankan dan otomotif bisa segera rebound. Lain halnya dengan sektor properti dan sektor konsumer yang memiliki bisnis ritel barang sekunder seperti PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Pembalikan arah sektor-sektor tersebut akan sangat terbatas.
Pasalnya, kenaikan harga BBM subsidi akan memicu peningkatan inflasi. Naiknya inflasi otomatis akan direspon dengan kenaikan suku bunga. Nah, naiknya suku bunga akan menekan daya beli konsumen properti karena kredit properti yang semakin mahal.
Lalu, kenaikan BBM subsidi biasanya akan diiringi dengan kenaikan upah minimum. Hal ini tentunya dapat menekan marjin emiten-emiten ritel. "Soalnya, rata-rata 30% hingga 40% beban pokok mereka itu dialokasikan untuk upah buruh," pungkas Harry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News