Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Isu pelemahan rupiah muncul setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat (AS). Saat nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS, sejumlah emiten bakal menjadi dollar looser atau yang terkena sentimen negatif.
"Emiten yang banyak impor, seperti yang bergerak pada sektor konsumer, farmasi, kimia dan properti bakal menjadi dollar looser," kata analis Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada, Selasa (15/4).
Tekanan bakal semakin kuat jika emiten tersebut juga memiliki kewajiban dalam bentuk dollar AS. Kondisi ini akan menekan bottom line karena adanya kerugian selisih kurs.
Kepala Riset Bahana Securities Harry Su memiliki pandangan senada. Menurutnya, emiten farmasi bakal menjadi salah satu sektor yang terpapar risiko kurs.
PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) misalnya. Sebesar 70% dari beban pokok KAEF berada dalam bentuk dollar AS. Catatan saja, kuartal III-2016 total beban pokok KAEF sebesar Rp 2,71 triliun.
Pelemahan rupiah, lanjut Harry, pada akhirnya akan mempengaruhi bottom line emiten. Contoh, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang memiliki sensitivitas terhadap pelemahan kurs hingga double digit. Ketika rupiah melemah 1%, laba bersih LPKR bisa tergerus sekitar 12%.
Sama halnya dengan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI). Ketika rupiah melemah 1%, maka laba bersihnya bisa tergerus sekitar 10%.
"Secara keseluruhan, setiap pelemahan rupiah sebesar 1% akan menekan earning per share (EPS) rata-rata 0,9%," tulis Harry dalam risetnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News