Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
Emiten pertambangan batubara juga diprediksi masih akan tertekan seiring dengan melemahnya harga batubara dunia. Saat ini pun harga batubara acuan (HBA) untuk periode Oktober 2019 turun 1,5% dari bulan September menjadi US$ 65,79 per ton.
Selain itu, ekonomi China yang diperkirakan tumbuh melambat dapat menurunkan permintaan akan batubara dunia.
Baca Juga: Darma Henwa (DEWA) Mulai Fokus Garap Tambang Mineral
Akan tetapi, Nafan yakin kinerja emiten tambang batubara akan membaik sepanjang kuartal ketiga dan keempat. Sebab, harga batubara berpeluang mengalami kenaikan seiring dengan datangnya musim dingin di Negara-negara subtropis.
Nafan juga menilai kinerja emiten tambang logam seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) bakal terkerek seiring dengan naiknya harga nikel dan emas.
“Nikel tren nya sedang bagus karena demand-nya saat ini cukup tinggi untuk memproduksi baterai,” lanjut Nafan.
Kebijakan pemerintah di bidang infrastruktur juga diperkirakan akan meningkatkan kinerja emiten semen dan konstruksi. Terlebih, terpilihnya kembali Jokowi sebagai presiden di periode kedua dapat menjadi sentimen positif.
“Kemenangan Jokowi dapat menjadi katalis positif karena memang program pemerintah membangun infrastruktur,” terang Nafan. Selain itu, efisiensi yang dilakukan oleh emiten semen diharapkan mampu mendongkrak kinerja perusahaan.
Baca Juga: Pasar kembali bergairah, begini ringkasan perdagangan bursa dalam sepekan
Beberapa emiten semen diketahui telah melakukan efisiensi untuk menekan biaya operasional. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) misalnya, melakukan efisiensi bahan bakar dengan menggunakan Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar hasil olahan sampah masyarakat.
Selain itu, PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) juga melakukan efisiensi dengan menggunakan batubara dengan nilai kalori yang lebih optimal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News