CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Ini Saham-Saham Dengan Net Buy Asing Lebih dari Rp 1 Triliun Sejak Awal Tahun


Sabtu, 16 April 2022 / 06:05 WIB
Ini Saham-Saham Dengan Net Buy Asing Lebih dari Rp 1 Triliun Sejak Awal Tahun


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana, Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih kokoh hingga pertengahan April ini. IHSG telah menguat 9,94% sejak awal tahun.

Bahkan, indeks LQ45 menguat 11,19% sejak awal tahun. Kenaikan LQ45 yang lebih tinggi ketimbang IHSG ini menunjukkan bahwa sahan-saham dengan likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar menyokong pasar saham.

Kenaikan indeks saham ini diikuti oleh aliran dana dari investor asing. Hingga Kamis (14/4), Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat beli bersih (net buy) asing menembus Rp 41,40 triliun sejak awal tahun 2022. Dalam sepekan terakhir, net buy asing mencapai Rp 5,29 triliun di pasar reguler, berdasarkan data RTI.

Baca Juga: Net Buy Rp 41,40 Triliun ytd di Pasar Saham, Saham-Saham Ini Justru Dijual Asing

Berdasarkan data RTI, berikut saham dengan net buy lebih dari Rp 1 triliun sejak awal tahun:

  1. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Rp 10,06 triliun
  2. Telkom Indonesia (TLKM) Rp 9,71 triliun
  3. Bank Negara Indonesia (BBNI) Rp 5,75 triliun
  4. Bank Central Asia (BBCA) Rp 5,75 triliun
  5. Astra International (ASII) Rp 3,68 triliun
  6. Bank Jago (ARTO) Rp 2,73 triliun
  7. Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Rp 2,73 triliun
  8. Bank Mandiri (BMRI) Rp 2,12 triliun
  9. Adaro Energy Indonesia (ADRO) Rp 1,59 triliun
  10. United Tractors (UNTR) Rp 1,47 triliun
  11. Merdeka Copper Gold (MDKA) Rp 1,23 triliun
  12. Vale Indonesia (INCO) Rp 1,09 triliun

Baca Juga: Terdorong Sentimen Domestik, Rupiah Berhasil Menguat 0,13% dalam Sepekan

Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata menyebut, ada tiga faktor yang mendorong derasnya dana asing masuk ke pasar saham Indonesia. Pertama, faktor pemulihan ekonomi dan pengendalian pandemi covid-19 yang mendorong pelonggaran mobilitas masyarakat.

Kedua, eskalasi geopolitik konflik Rusia-Ukraina membuat harga komoditas meroket. Di saat bursa di banyak negara terimbas negatif, Indonesia justru dipandang prospektif karena karakteristik pasar yang ditopang oleh komoditas.

Hasil komoditas Indonesia yang sebagian besar diekspor akan kembali jadi penopang surplus neraca perdagangan dan nilai tukar Rupiah. Ketiga, sentimen positif datang dari kinerja keuangan sejumlah emiten yang cemerlang sepanjang 2021.

Baca Juga: Asing Catatkan Net Buy Rp 3,88 Triliun Dalam Sepekan, TLKM Jadi Favorit

Kondisi ini menunjukkan perbaikan kinerja bisnis yang cukup signifikan terutama di sektor perbankan big caps, batubara dan kelapa sawit. Performa yang pada umumnya mentereng memungkinkan banyak emiten membagikan dividen, sehingga semakin menambah daya tarik.

Selain itu, ramainya aksi initial public offering (IPO) juga menjadi magnet tersendiri. Terutama IPO berskala jumbo seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang telah menyedot perhatian investor asing dan dalam negeri.

"Lebih lanjut lagi, situasi kurang kondusif yang terjadi di Eropa dan Amerika berpotensi membuat dana asing mencari tempat yang lebih aman. Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang cukup aman," kata Liza kepada Kontan.co.id, Rabu (13/4).

Baca Juga: IHSG Belum Berhasil Tembus 7.300, Ini Kata Analis

Liza melihat aliran dana asing ke bursa Indonesia masih dalam tahap wajar. Net flow asing yang masuk konsisten sejak awal tahun menjadi kabar yang menggembirakan. Di sisi lain, meski berpotensi, tapi fenomena sell in May pun belum tentu akan terjadi secara signifikan.

Liza menambahkan, patut dicermati juga risiko jangka panjang lonjakan harga komoditas yang bisa menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi, dan naiknya inflasi secara global. Inflasi di Amerika Serikat pun masih bergerak liar, yang mendorong The Fed segera menaikkan suku bunga lebih agresif.

Jika hal itu terjadi, investor ke depannya berpotensi mengalihkan investasi ke instrumen yang lebih rendah risiko seperti obligasi, deposito atau bahkan emas. "Nah saat seperti ini yang mungkin dikhawatirkan akan membuat minat investor ke stock market jadi berkurang," ungkap Liza. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×