kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini rekomendasi analis untuk sektor properti


Jumat, 20 September 2013 / 15:54 WIB
Ini rekomendasi analis untuk sektor properti
ILUSTRASI. Cara untuk Mengatasi Biduran pada Anak


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Belum lama ini, Bank Indonesia (BI) memiliki wacana untuk menyempurnakan aturan kredit untuk rumah yang belum selesai dibangun. Secara garis besar, peraturan tersebut akan melarang kucuran kredit kepemilikan perumahan dari perbankan.

Hal ini tentunya memiliki pengaruh bagi pelaku-pelaku industri properti. Seperti PT Intiland Development Tbk (DILD), misalnya. Meski belum merinci proyeksinya, tapi Theresia Rustandi, Sekertaris Perusahaan DILD memastikan jika peraturan ini pasti memiliki dampak berarti bagi keuangan perusahaan.

Apalagi, selama ini, konsumen DILD membeli rumah dengan menggunakan KPR. "Jadi, tidak logis kalau kami bangun dulu semua rumahnya, baru setelah itu dibiayai lewat KPR," imbuh Theresia beberapa waktu lalu.

Dimintai konfirmasi terpisah, Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities berpendapat, aturan tersebut berawal dari kekhawatiran BI bahwa uang muka rumah atau apartemen akan diputar terlebih dahulu oleh pengembang sebelum digunakan untuk benar-benar membangun. Hal ini bisa dilihat dari cara-cara pemasaran properti yang dilakukan selama ini.

"Kalau lihat iklan properti, kan, pasti ada kata-kata Investasi Rp 500 juta, Harga naik dd/mm/yyyy, stock terbatas, DP sekian rupiah, dan Angsuran 25x. Itu, kan, tujuannya agar orang tertarik untuk beli, minimal memberikan DP. Lalu, dari DP yg terkumpul tersebut digunakan untuk mulai membangun," jelas Reza, (20/9).

Tapi, jika peraturan ini diberlakukan, justru membuat emiten properti memiliki kesempatan untuk menjual produknya dengan harga yang lebih mahal. Pasalnya, harga rumah yang sudah jadi itu pasti lebih mahal jika dibandingkan dengan harga rumah yang KPR -nya menggunakan skema yang selama ini dijalankan.

Sekarang masalahnya, daya beli masyarakatnya mumpuni atau tidak. Jika tidak, permintaan akan bangunan juga akan berkurang dan akan mempengaruhi pendapatan emiten properti juga nantinya.

Atas dasar ini pula Reza tidak merekomendasikan untuk mengoleksi saham-saham emiten properti meski IHSG sedang kembali diberi angin segar terkait batalnya pengurangan stimulus The Fed. "Ambil momen trading saja sambil menunggu pernyataan resmi bagaimana outlook mereka ke depan," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×