Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instrumen surat utang tenor pendek dan pasar uang jadi pilihan investasi menarik di tengah era suku bunga tinggi. Rupiah yang menguat karena pengaruh kenaikan suku bunga juga membuat investasi di saham jadi menarik.
Bank Indonesia, Kamis (15/11) kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6%.
Presiden Direktur Asanusa Asset Management Siswa Rizali mengatakan saat tren suku bunga naik dan berpotensi melanjutkan tren kenaikan, maka investor baiknya memilih instrumen investasi yang bisa cepat beradaptasi dengan kenaikan suku bunga secara positif.
Instrumen investasi yang Siswa maksud adalah surat utang tenor pendek. Bisa berupa obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Selain itu, investor juga bisa memilih instrumen investasi pasar uang, seperti reksadana pasar uang atau deposito bank.
Siswa menjelaskan obligasi tenor pendek bisa menyesuaikan yield dengan cepat tingkat suku bunga berubah. Dengan berinvestasi di obligasi tenor pendek, Siswa mengatakan risiko capital loss bisa diminimalisir. Sebaliknya, Siswa menyarankan investor untuk mengurangi porsi investasi di obligasi tenor panjang.
Sementara, ketika tren suku bunga naik, Siswa mengatakan instrumen saham bisa tetap jadi pilihan tetapi dengan tetap mempertimbangkan valuasi dan fundamental saham tersebut.
"Saat ini dengan gejolak harga yang terjadi dan beberapa sektor ada yang sudah lama mengalami penurunan harga, instrumen saham pun bisa tetap dijadikan pilihan investasi untuk jangka panjang sambil melihat valuasi yang murah dan dibarengi dengan fundamental yang bagus," kata Siswa, Jumat (16/11).
Tak dipungkiri untuk tujuan investasi jangka panjang, imbal hasil di saham memang lebih besar dari instrumen investasi lainnya meski ketika tren suku bunga sedang menanjak. Untuk tujuan investasi jangka panjang, Siswa menyarankan investor bisa taruh 50% dana investasinya di saham yang kini valuasi harga relatif murah dan berpotensi memiliki return yang menggulung.
Sedangkan, bagi investor dengan tujuan jangka pendek, Siswa menyarankan untuk mengoleksi instrumen investasi pasar uang. Siswa memproyeksikan dengan kenaikan suku bunga menjadi 6% maka imbal hasil reksadana pasar uang bisa capai 6% di tahun depan.
Melihat pergerakan rupiah
Jemmy Paul Wawointana, Direktur Utama Sucor Asset Management menambahkan kenaikan suku bunga acuan BI yang membuat rupiah menguat jadi sentimen positif bagi instrumen investasi di setiap aset kelas.
"Yang jadi concern adalah stabilitas rupiah, nah kini kenaikan suku bunga buat rupiah menguat memberikan sinyal bagus untuk pasar, terutama asing dan pebisnis jadi percaya untuk kembali investasi di Indonesia, hal ini buat optimisme pasar naik," kata Jemmy, Jumat (16/11).
Dari instrumen pasar uang, kenaikan suku bunga sudah pasti membuat suku bunga deposito naik dan imbal hasil reksadana pasar uang juga terkerek naik dan jadi menarik. "Bagi investor yang sebelumnya belum melirik reksadana pasar uang saat ini bisa jadi kesempatan untuk masuk," kata Jemmy.
Dengan posisi rupiah yang menguat, investasi pada obligasi juga jadi semakin menarik. Meski harga obligasi tertekan turun, tetapi dengan rupiah yang menguat maka dengan tingkat kenaikan yield saat ini bisa menarik investor asing untuk masuk dan membantu kinerja pasar obligasi untuk bangkit.
Untuk tujuan investasi jangka menengah, Jemmy menyarankan investor bisa pilih instrumen obligasi atau reskadana pendapatan tetap. "Jika obligasi masih terkoreksi ini kesempatan beli karena suku bunga di tahun depan tidak akan naik banyak seperti ditahun ini, paling banyak hanya 3 kali," kata Jemmy.
Bahkan, dengan rupiah yang menguat karena kenaikan suku bunga acuan, Jemmy menyarankan investor bisa investasi di saham untuk jangka pendek.
"BI buat rupiah menguta jadi kesempatan beli saham investor asing pun jadi senang tidak terima rugi kurs, investasi jangka panjang dan pendek bisa investasi saham," kata Jemmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News