Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada penutupan perdagangan hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,37% ke level 5.075. Meski demikian, sejak awal tahun atau secara year-to-date, IHSG masih terkoreksi 19,44%.
Koreksi tersebut membuat IHSG menjadi indeks dengan pertumbuhan paling buncit ketiga se-Asia Pasifik. Di urutan pertama indeks dengan penurunan paling tajam dipegang oleh The Philippine Stock Exchange Index (PSEi) dengan pelemahan 26,10% sejak awal tahun disusul Strait Times Index (STI) milik Singapura dengan pelemahan 22,07%.
Hal ini berbanding terbalik dengan sejumlah indeks regional Asia lainnya yang masih mencatatkan kinerja positif sejak awal tahun. Indeks KOSPI milik Korea Selatan tumbuh 3,74% sementara Indeks TAIEX milik Taiwan tumbuh 5,94% sejak awal tahun.
Baca Juga: Bakal jadi jawara 2020, begini tips memilih reksadana pendapatan tetap
Aria Santoso, Presiden Direktur CSA Institute menilai, kinerja IHSG yang buruk di antara bursa regional Asia lainnya disebabkan oleh perkembangan Covid-19, yang saat ini kasus baru harian terus meningkat. Meningkatnya kasus harian tersebut masih membawa pesimisme ke pasar saham tanah air.
Selain itu, proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang akan diumumkan besok diperkirakan bakal kurang menggembirakan bagi para investor. “Setelah lepas dari masa laporan keuangan di akhir Agustus kemungkinan akan lebih jelas terlihat sektor dan emiten mana saja yang masih cukup kuat bertahan serta proyeksi pemulihan di kuartal ketiga dan kuartal keempat untuk memudahkan re-balancing portofolio,” ujar Aria saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/8).
Baca Juga: Wall Street bergerak tipis menunggu kelanjutan pembicaraan stimulus
Ke depan, pergerakan bursa Asia termasuk IHSG akan ditentukan oleh perkembangan penanganan pandemi Covid-19 dan adanya faktor ketegangan geopolitik. Pemulihan berbagai bidang bisnis juga akan sangat mempengaruhi secara fundamental sebagai tulang punggung dari pergerakan harga saham di IHSG. “Stimulus negara besar juga tentu menjadi sentimen yang mempengaruhi secara intermarket global,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News