kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Kata Pengamat Pasar Modal Terkait Aturan Buyback Perusahaan Delisting


Selasa, 02 Agustus 2022 / 09:52 WIB
Ini Kata Pengamat Pasar Modal Terkait Aturan Buyback Perusahaan Delisting
ILUSTRASI. OJK berniat keluarkan atuaran tentang buyback perusahaan delisting


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan rancangan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang pembelian kembali (buyback) saham perusahaan terbuka dalam rangka perubahan status perusahaan terbuka menjadi perseroan yang tertutup.

Perubahan status yang dimaksud akibat dibatalkannya pencatatan efek oleh Bursa Efek Indonesia karena perusahaan terbuka mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha

Dalam rancangan surat edaran yang dipublikasikan di laman OJK, dikutip Senin (1/8), pelaksanaan perubahan status menjadi perusahaan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 diatur sebagai berikut.

Diantaranya, pertama, perusahaan terbuka wajib melaksanakan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham, dan mulai melaksanakan pembelian kembali saham paling lambat satu bulan setelah surat keputusan delisting oleh Bursa Efek Indonesia.

Baca Juga: Manajer Investasi Mulai Menyesuaikan Portofolio Reksadana Indeks

Kedua, pembelian kembali saham dilaksanakan sehingga jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 pihak atau jumlah lain yang ditetapkan oleh OJK.

Ketiga, pelaksanaan pembelian kembali saham hingga mencapai jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 pihak, diselesaikan dalam jangka waktu enam bulan sejak pelaksanaan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham dan dapat diperpanjang dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.

Pengamat pasar modal sekaligus founder WH Project William Hartanto menilai, tidak semua perusahaan yang menjadi tertutup karena sesuatu hal yang negatif. Dia mencontohkan, AQUA yang melakukan go private dan bukan karena adanya masalah dengan fundamental perusahaan

“Namun memang sebagian besar perusahaan yang delisting itu karena ada masalah,” terang William kepada Kontan.co.id, Senin (1/8).

Pun, pembelian kembali (buyback) saham sebagai peraturan memang terdengar menarik. Sayangnya, menurut William, aturan ini belum tentu bisa benar-benar dijalankan.

Misalnya, jika perusahaan berpotensi delisting karena adanya masalah laporan keuangan seperti ekuitas negatif, atau tidak adanya pendapatan usaha. Maka dapat diketahui bahwa perusahaan tersebut sedang tidak memiliki dana untuk melakukan buyback.

“Jadi maksud saya, biarpun terdengar seperti sentimen yang positif maupun angin segar untuk investor, sebenarnya belum tentu efektif,” sambung dia.

Baca Juga: Sejumlah Emiten Terancam Delisting, Investor Bisa Apa?

Dalam rancangan surat edaran tersebut, disebutkan dalam Pasal 69 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021, jika pelaksanaan pembelian kembali saham tidak dilaksanakan, OJK berwenang memberikan surat perintah tindakan tertentu sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.04/2021 tentang tindak lanjut pengawasan di bidang pasar modal.

Kemudian, dalam hal perintah tindakan tertentu tersebut tidak dilaksanakan oleh perusahaan bersangkutan, OJK berwenang memberikan perintah tertulis kepada perusahaan terbuka untuk melaksanakan perubahan status perusahaan terbuka menjadi perseroan yang tertutup.

Selanjutnya, dalam hal perubahan status tersebut tidak dilaksanakan, OJK berwenang untuk memohonkan pembubaran terhadap perusahaan terbuka

William menilai, jika hasil akhirnya OJK tetap menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan tertutup atau dibubarkan, maka sama saja dana investor ikut menghilang. “Saya rasa hal seperti ini tidak ada solusinya,” imbuh William

Jikalau perusahaan mengalami masalah, William menilai hal itu sudah menjadi hal umum. Misalkan jika ada faktor siklus bisnis atau terkena situasi pandemi seperti yang terjadi dalam dua tahun belakangan ini.

Dia pun bilang, dalam hal ini investor lah yang mesti mempelajari saham-saham perusahaan yang layak dibeli untuk disimpan dalam jangka panjang, dan bukan hanya melihat harga yang sedang turun lalu langsung dianggap sebagai saham yang terdiskon

“Tidak semua harga saham yang terdiskon itu menjadi ukuran bahwa sahamnya layak dikoleksi,” tutup William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×