Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berencana merilis obligasi sebagai upaya mendiversifikasi sumber pendanaan melalui Penawaran Umum Berkelanjutan I BNI Tahun 2017 dengan jumlah pokok sebesar Rp 10 triliun yang dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu 2 tahun.
Dalam waktu dekat, emiten berkode saham BBNI ini akan menerbitkan obligasi senilai Rp 3 triliun dengan tenor 5 tahun dan kupon obligasi berkisar 7,7% hingga 8,2%.
Sebagai penjamin pelaksana emisi obligasi, perseroan menunjuk PT Bahana Sekuritas, PT BCA Sekuritas, PT BNI Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, PT Indopremier Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas. Adapun Pefindo telah memberikan rating idAAA pada obligasi tersebut.
Herry Sidharta, Wakil Direktur Utama BNI bilang, setelah dikurangi biaya emisi, seluruh dana obligasi bakal digunakan untuk ekspansi kredit dalam rangka pengembangan bisnis. "Kita tetap fokus pada sektor industri, seperti proyek jalan tol dan listrik yang kita percaya dapat meningkatkan pertumbuhan kredit kita," ujarnya.
Hingga akhir tahun, perusahaan pelat merah ini menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 15% hingga 17%.
Kepala Divisi Operasional Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Ifan Mohammad Ihsan menilai, dengan rating tersebut, angka yang ditawarkan cukup sesuai dengan kondisi pasar saat ini. Dia menyebut, saat ini rating AAA tenor 5 tahun memiliki yield 8,4%.
Kondisi fundamental BBNI sebagai salah satu Bank BUMN terbesar dan lima besar bank dengan aset terbesar di Indonesia, kata dia, membuat kupon yang ditawarkan masih akan menarik pasar. "Karena umumnya pasar akan mempersepsikan bagus untuk perusahaan BUMN," imbuhnya.
Memang, nilai kupon yang ditawarkan lebih kecil jika dibandingkan secara industri. Namun, status BNI sebagai Bank BUMN dengan performa yang sangat bagus, membuat kupon yang ditawarkan bisa jadi setara dengan risiko yang ada.
Dan, dari yield yang ditawarkan sebesar 7,7% hingga 8,2% tersebut jika dibandingkan dengan SUN tenor 5 tahun yang ada di level 6,76%, lanjut Irfan, spread premium obligasi BBNI sebesar 94 bps hingga 144 bps.
Mengutip prospektus ringkas perseroan, minimum pembelian obligasi ini adalah Rp 5 juta. Dengan minimum pembelian tersebut, kata Ifan, memungkinkan investor ritel untuk membelinya. "Namun umumnya pesanan yang diterima kelipatan Rp 1 miliar," ujarnya.
Sebagai salah satu bank dengan aset terbesar, kondisi fundamental BNI saat ini cukup bagus. Per kuartal 1/2017 kemarin, BNI berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 8,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi penyaluran kredit pun tumbuh 21,4% (YoY). Adapun Return On Equity (ROE) Perseroan juga naik ke level 16,0% atau meningkat dibandingkan posisi akhir tahun lalu yang ada di level 15,5%. Ifan bilang, kondisi tersebut mencerminkan efektivitas permodalan BNI dalam menciptakan laba terus meningkat.
Secara sektoral, prospek industri perbankan ke depan masih cukup baik. Dengan tingkat kapitalisasi yang baik ini, Ifan menduga hal tersebut bisa menjadi pelindung terhadap kerugian dari Non Performing Loan (NPL) dan dapat memberikan ruang gerak yang luas untuk pertumbuhan.
Rasio kredit terhadap GDP Indonesia yang masih rendah, lanjutnya, juga bisa menjadi ruang pertumbuhan yang kuat di masa depan. "Sehingga dapat menopang profitabilitas industri secara berkelanjutan nantinya," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News